FF BTS - Bangtan Boys / The Seventh Case / Part 5
Minggu, 30 Oktober 2016 • 01.09 • 0 comments
TEMPAT KEJADIAN PERKARA | 13.07 Siang
“Hyung ada yang
mengganjal dengan kasus ini”
“Eoh, aku juga
berpikir begitu”
“Coba kau pikir
kalau ini kasus pembunuhan pasti ada sebuah petunjuk seperti barang yang pecah
atau rusak karena ibu Jungkook yang mencoba melindungi diri atau semacamnya”
Jimin mencoba bepikir logis, ia mulai muak memeriksa kamar itu berulang-ulang
dan pada akhirnya tak memperoleh hasil.
“Kau benar
juga” Heoseok mengusap dagunya.
Heoseok kembali
memeriksa kamar itu, mungkin ini sudah yang ke sepuluh kali, dengan tenang
Heoseok memeriksa lemari yang berada di paling sudut ruangan. Ia membukanya,
pakaian Jungkook sudah tak tertata rapi lagi.
“Hyung di situ tidak
ada apa-apa aku dan Joontae hyung sudah memeriksanya” Suara dari seberang
terdengar mengingatkan Heoseok bahwa ia tak perlu memeriksa lemari itu lagi.
“Hhh tak ada
apa apa” Keluh Heoseok. Ia menoleh ke atas, senyumnya mengembang ketika
mengetehui bahwa lemari itu memiliki dua bagian. Tangan kanannya mencobah
meraih barang-barang yang berada di bagian atas. Heoseok menyentuh sesuatu dan
detik selanjutnya terdengar suara seperti mengglinding.
“Ouch!” Heoseok
mengusap kasar kepalanya. Ia mencari benda kurang ajar tersebut kesana-kemari.
“Oh! Pemukul
baseball” Pekik Jimin.
“Wah, pemukul
ini keluaran terbaru dan diresmikan oleh pemain terkenal pula.” Heoseok mengambil
dan menatap iri pemukul tersebut.
“Jungkook-ah untung kau di sini, ini”Tiba-tiba
Jungkook masuk ke ruangan itu, ia membawa kardus besar yang terlihat sangat
berat buktinya ia berjalan terhuyung sampai Jimin membantunya. Heoseok
mengangkat pemukul tersebut dan menggoyangkannya bermaksud menunjukannya pada
Jungkook.
“Ahh.. Itu
hadiah ulang tahun yang ibuku berikan setahun yang lalu, ia tahu aku masuk tim
baseball di sekolah jadi ia membelikanku satu” Jungkook tersenyum kecil.
“Oh, tapi kau
tahu pemukul itu keluaran terbaru dan harganya lumayan mahal”
“Benarkah?!
Aishh keras kepala” Ucap Jungkook yang lebih tepatnya terdengar seperti bisikan
ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.
“Kau kenapa?”
“Pasti ibuku
membelikan pemukul itu dengan tabungan yang ia kumpul dari kerja serabutannya.”
Jungkook menghembuskan nafas berat, kesedihan kembali terpancar dari matanya,
namun ia merasa sedikit kuat ketika ada tangan yang meremas bahunya ada telapak
tangan yang mengusap kasar rambutnya. Jungkook hanya membalas dengan tersenyum
kecil.
Dengan tangan
yang masih memegang bahu Jungkook, Jimin menatap Heoseok ia mencoba
menyampaikan sesuatu lewat matanya dan Heoseok pun langsung menangkap maksud
Jimin, ia hanya mengangguk kecil.
“Aishh~
punggungku pegal sekali” keluh Heoseok tiba-tiba, ia memukul-mukul punggungnya
dan beberapa kali merenggangkan ototnya.
“Aku juga”
Jimin ikut-ikutan, namun ia lebih memilih meremas tengkuknya.
“Hari ini
sampai di sini saja” Tambah Heoseok, kini wajahnya dibuat-buat seakan ia sedang
kesakitan. Heoseok menirukan akting aktor favoritnya di sinetron laga yang
tayang tiap tengah malam. Kini Heoseok memijit kecil pelipisnya.
“Huh? Memangnya
kenapa hyung?! Kita bahkan belum dua jam berada disini” desak Jungkook.
“Eih~
Jungkook-ah jangan khawatir kita masih punya waktu 5 hari, selama ada Heoseok
hyung kau tidak perlu cemas” Tegas Jimin. Ia menepuk-nepuk bangga bahu Heoseok.
“Baiklah, lagi
pula aku juga harus kerja paruh waktu hingga malam hari”
“Benarkah?
Kalau begitu kau pergi duluan saja, bukankah karyawan yang baik itu harus tiba
tepat waktu hmm?” Ucap Jimin, ia tersenyum jahil.
“Baiklah
baiklah, sampai jumpa besok”
Jimin dan
Heoseok tersenyum lega ketika Jungkook mulai mengambil tasnya dan pergi dari
ruangan itu, rencana mereka berhasil. Jimin menyuruh seluruh anggota untuk
berkumpul di ruang tamu. Mereka duduk melingkari meja persegi yang ada di
ruangan itu, walaupun beberapa ada yang berdiri karena kekurangan tempat duduk.
“Teman-teman
jadi begini, kita semua tahu bahwa kasus ini sangat penting bagi Jungkook, ia
memiliki tekad yang kuat untuk memecahkan kasus ini, tapi kadang Jungkook
bertingkah di luar kendalinya, ia tak dapat menahan emosinya jika mengingat
korban pembunuhan itu adalah ibunya. Jadi maksudku adalah bagaimana kalau
Jungkook kita keluarkan dari kasus ini..” Jelas Jimin panjang lebar sembari
menatap satu persatu mata temannya, berbeda-beda tatapan dari masing-masing
anggota yang berarti mereka memiliki pandangan yang berbeda pula.
“Jadi maksudmu
kita memberitahu Jungkook bahwa ia tak perlu lagi datang menyelidiki tempat ini
dan hanya bekerja paruh waktu saja, begitu?” Namjoon menatap dingin Jimin, ia
menghembuskan nafas ringan dan menyandarkan
punggungnya pada sandaran sofa tak lupa ia menyilangkan tangannya angkuh
dan kembali menatap Jimin seolah mengatakan bahwa hal itu mustahil.
“Bukan begitu,
kita tak menyuruhnya untuk berhenti menyelidiki hanya saja Jungkook tak perlu
datang ke tempat ini” balas Jimin.
“Ck, sama saja”
umpat Namjoon, ia menyeringai.
“Tapi, Jimin-ah
apakah Jungkook akan menurut begitu saja? Kau tahu sendirikan bagaimana sifat
Jungkook” Taehyung ikut masuk dalam pembicaraan, ia selalu setuju dengan
rencana yang selalu Jimin buat
“Pasti akan
menolak” Tukas Lee dengan nada datar.
“Aku tahu, tapi
aku akan berusaha meyakinkan Jungkook”
“Aku tak yakin
rencanamu akan berhasil” Pekik Jin, tubuhnya dibaluti sweeter merah muda denga
tulisan ‘PINK’ di dadanya. Jin menatap Jimin seakan berkata bahwa Jungkook akan
menolak mentah-mentah.
“Setidaknya
kita harus mencoba”
...
Jimin berjalan
malas menelusuri gang kecil yang membawanya ke rumahnya. Hari sudah gelap,
lampu jalan sudah menyala di setiap lampu jalan namun tidak dengan gang ini,
penglihatan Jimin samar-samar karena hanya cahaya bulan yang menerangi gang
kecil ini. Jujur saja Jimin sempat merasa takut namun yang lebih menakutkan
adalah berhadapan dengan Jungkook sebentar. Ia berencana mengatakan pada
Jungkook malam ini bahwa ia tak perlu lagi menangani kasus pembunuhan itu.
Jimin masuk ke
dalam restoran, tak ada pelanggan hanya tersisa beberapa pekerja paruh waktu
yang sedang beres-beres. Jimin menelan salivanya kasar ketika melihat Jungkook
yang tengah membersihkan meja.
“Oh! Jimin-ah!”
Jimin terlonjak kecil, lamunannya dibuyarkan oleh seruan Jungkook.
“Eoh Jungkook-ah”
Jimin berusaha tersenyum, ia harus menormalkan tingkahnya karena Jungkook
sedang menuju ke arahnya sekarang.
“Kenapa kau
baru pulang? Bukannya kau lelah?”
“Oh i-itu aku cuma
ada perlu dengan Heoseok hyung”
“Kau terlihat
mencurigakan” Jimin bergerak kaku, ia berkali-kali menggaruk tengkuknya.
“Hmm...
Jungkook-ah ada yang ingin ku sampaikan padamu”
“Duduklah”
Jimin menepuk kursi di sampingnya. Ia sedikit gugup melihat ekspresi Jungkook.
“Ada apa dengan
suasana ini, membuatku merinding saja” Jungkook berusaha mencairkan suasana. Ia
sedikit khawatir melihat tatapan Jimin yang serius.
“Jungkook-ah
menurutmu kasus kita akan terpecahkan?”
“Hmm” Jungkook
menjawab ringan.
“Mengapa kau
begitu yakin?”
“Karena ada
kau..”
“...ada
teman-teman yang lain juga dan aku yakin pasti kasus ini akan terpecahkan” Bulu
kuduk Jimin merinding sesaat, matanya tak berkedip menatap Jungkook.
“Mengapa anak ini begitu mempercayaiku? Aku
harus bagaimana sekarang?” Gumam Jimin dalam hatinya.
“Yang ingin aku
sampaikan adalah kau tidak perlu datang ke tempat itu lagi” Jimin menggigit
kecil bibir bawahnya. Ia tak berani menatap Jungkook.
“Memangnya
kenapa?” Air muka Jungkook berubah seketika.
“Tadi aku dan
teman-teman telah berdiskusi, akan tidak baik jika kau terus-terusan pergi ke
tempat itu. Kau harus menenangkan dirimu dulu”
“Aku masih tak
mengerti mengapa aku harus berhenti ke tempat itu. Memangnya ada apa denganku?”
“Ingatan akan
ibumu!!! Itu yang harus kau hilangkan” Jimin berteriak, untuk sesaat Jimin
berpikir bahwa Jungkook sangat keras kepala.
“Astaga Park
Jimin! Apa yang salah jika aku mengingat ibuku? Seseorang telah membunuhnya dan
kau ingin aku diam saja??!” Seru Jungkook tak kalah keras.
“Aku ingin agar
kau tak menderita, itu saja!!” Pekik Jimin, matanya berair.
Jungkook
terpaku untuk beberapa saat.
“Tidak
Jimin-ah, aku harus melakukan ini”
“Ck, kau memang
keras kepala Jeon Jungkook!” Jimin menyerah, ia menyandarkan punggungnya pada
sandaran kursi tersebut.
“Benar, sangat
keras kepala” Sambung Jungkook. Senyuman sinis terpahat di bibir tipisnya
“Kau pulanglah
sudah malam” Seketika Jimin berdiri dari kursi tersebut.
“Jimin-ah!”
Namun Jungkook dengan cepat menahan pergelangan Jimin.
“Ada hal
penting yang ingin aku sampaikan padamu” Tutur Jungkook, wajahnya terlihat
tegang.
“Katakanlah”
“Sebenarnya aku
sudah menemukan petunjuk” Wajah Jungkook terlihat takut, ia siap dimarahi Jimin
kali ini.
“Pe-petunjuk?!!”
Jimin mendekatkan tubuhnya ke arah Jungkook.
“I-iya” Ucap
Jungkook dengan susah payah.
“Ya!! Kenapa
kau tak memberikahu kami! Di mana kau dapat?! Sejak kapan?!” Pertanyaan
bertubi-tubi Jimin lemparkan pada Jungkook.
“Hari dimana
ibuku meninggal, dan petunjuk itu sangat jelas seolah sengaja di perlihatkan
padaku” Wajah Jungkook berubah serius, keningnya berkerut kecil.
“Apa itu??”
“Tulisan Han
Il”
******* The Seventh
Case (The 7th case) *******
“Kita masih
punya waktu 4 hari 7 jam 47 menit dan 11 detik” Papar Taehyung setelah berkutat
dengan smartphonenya.
Satu per satu
bintang berlomba-lomba menampakan dirinya, langit mulai gelap bahkan suhu
ekstrim hampir tiba namun itu semua tak mengurungkan niat Jimin dan
teman-temannya untuk tetap memecahkan kasus pembunuhan mereka. Sesuai perintah
ketua, mereka sedang menuju ke sekolah detektif Han Il, ada yang ingin Jimin
ketahui di sana.
Han Il Detective School | Pukul 18.49
“Ya! Park
Jimin, kenapa harus malam-malam begini sih?!” Jin yang takut akan kegelapan dari tadi tak
henti-hentinya mengoceh, ia hampir pingsan karena harus melewati hutan yang tak
ada penerangan ditambah jarak dari hutan ke sekolah yang sangat jauh.
“Diamlah!
Karena aku sudah tak sabar untuk memecahkan kasus ini” Jimin membuka retsleting
tasnya dan mengambil sebuah senter.
“Aissh, resiko
sekolah di hutan harus hemat listrik” Gumam Taehyung pelan, ia menyalakan flash
smartphonenya.
Mereka ber-10
berjalan bergerombolan menyusuri setiap koridor di setiap lantai. Di sepanjang
lorong yang mereka lalui sangat gelap, penglihatan mereka menjadi samar-samar
karena hanya ada beberapa senter yang menjadi bahan penerangan. Mereka menuju
lantai 3 di mana terdapat ruang kepala sekolah di sana.
“Siapa di
sana?!!” Seorang pria jakung bersuara nyaring berteriak. Tangan kirinya membawa
senter dan tangan yang satunya memegang benda seperti pistol dan di arahkan ke
arah Jimin dan teman-temannya
Mereka
mematung, mengangkat tangan masing-masing ke udara dan berharap tak ada suara
tembakan yang terdengar. Beberapa dari mereka menutup mata kuat-kuat seperti
Taehyung dan ada yang memilih menahan nafasnya seperti si pecinta pink Jin.
“Ka-kami!
Kelompok 3!” Tegas Jimin
“Ada perlu apa
kalian malam-malam begini?”
“Kami ingin
bicara dengan kepala sekolah”
“Dasar
anak-anak nakal, kalian pikir kepala sekolah itu temanmu? Kalian harus membuat
janji dulu jika ingin bertemu dengan beliau”
“Kami minta
maaf, kami tidak tahu kalau harus membuat janji terlebih dahulu”
“Jika kalian
sudah mengerti silahkan kembali kerumah kalian masing-masing”
“Tunggu!!”
Jimin mendekati pria jakung itu.
“Beliau sedang
istirahat, kalian bisa kembali besok pagi”
“Ada apa ini
ribut-ribut?” Hal yang tak di duga terjadi, pintu ruang kepala sekolah terbuka.
Semua langsung membungkukkan badannya masing-masing.
“Ah~ rupanya
kalian, aku sudah menunggu kedatangan kalian” Ucap kepala sekolah.
“Maaf telah
mengganggu anda tapi ada yang ingin saya bicarakan” Papar Jimin.
“Aku tahu, kau
masuklah” Kepala sekolah menunjuk Jimin menyuruhnya masuk ke dalam ruangannya
seorang diri.
Suasana asing
membuat kepala Jimin tak pernah diam mengitari setiap sudut ruangan tersebut,
lukisan hewan buas mendominasi ruangan itu. Kepala sekolah membawakan Jimin
secangkir teh hangat yang di kirim langsung dari Jepang,
“Sepertinya
anda menyukai binatang” Ucap Jimin.
“Ya begitulah,
cara mereka menerkam mangsa itu yang membuatku menyukainya” Kepala sekolah
berbicara santai, ia membakar ujung rokok yang ia ambil dari saku kemejanya dan
menyesap rokok tersebut.
“Jadi apa yang
ingin ketua kelompok ini bicarakan?” Asap rokok menyebar di depan wajahnya.
“Ah, yang ingin
saya tanyakan adalah apa tujuan anda memberikan kasus itu pada kami?” Jimin
menatap mata kepala sekolah itu, mencoba menguncinya dalam tatapan Jimin.
“Kenapa? Kalian
tak dapat memecahkannya, hmm?
“Aku tidak
bercanda, cepat jawab apa tujuanmu!” Jimin menaikan nada bicaranya, ia mulai
kesal dengan tingkah kepala sekolah yang seperti sedang menantangnya.
“Hhh, padahal
itu kasus yang paling sederhana” Kepala sekolah itu tersenyum kecil.
“Aku bilang aku
tidak bercanda! Apa maksud dari tulisan Han Il di baju korban, huh?!” Kepala
sekolah berhasil terkejut mendengar pertanyaan Jimin. Kepala sekolah itu
membuang rokok yang baru saja ia sesap ke lantai keramik dan kemudian
menginjaknya kasar.
“Sepertinya
permainan semakin menarik, bukan begitu Mr. Jimin?” Kepala sekolah itu
menyeringai.
“Tak perlu
basa-basi, jawab saja pertanyaan ku! Mengapa kata Han Il bisa ada di baju
korban huhh?” Seru Jimin.
“Tapi maaf
sekali aku tidak bisa memberitahu, bukankah itu tugasmu? Jika aku memberitahumu
nanti akan tidak adil bagi peserta yang lain”
“Di saat seperti
ini anda masih memikirkan tugas, seseorang telah terbunuh dan pasti ada sangkut
pautnya dangan Han Il!”
“Maaf, saya
tidak bisa membantu. Sepertinya waktu anda sudah habis silahkan keluar”
“Tunggu! Tolong
pikirkan sekali lagi”
“Pengawal!” Seorang pengawal masuk ke dalam dan menyeret
Jimin ke luar dari ruangan tersebut. Jimin pun tak dapat berbuat apa-apa.
Langkah Jimin
terasa berat, hal yang paling Jimin benci dalam hidupnya adalah melakukan hal
yang sia-sia. Jimin menatap prihatin teman-temannya yang tengah duduk berjejer
di sepanjang koridor gelap dan dingin. Hari semakin larut dan dan udara telah
mencapai minus. Jimin merasa bersalah telah melibatkan taman-temannya.
“Teman-teman
ayo kita pulang!!
TBC
Label: About My Bias ♥♥, BTS, FanFiction
|
Hey!!!
Walkie Talkie
My Status
My Story D' Credits
|
Posting Komentar