FF BTS - Bangtan Boys / Gray / One Shot
Kamis, 10 Agustus 2017 • 03.33 • 0 comments
scripwriter : vanillatae | main cast : Taehyung [BTS] | duration : 9839w | genre : detective story, crime, action | rating : PG-16
Juni 2017
Seorang
pemuda dengan malas membuka matanya, mengerjap kecil sembari mengedarkan
kepalanya ke segala sudut kamar sempitnya, setiap insan setia diperaduan karena
sang rembulan masih merajai hari, biru kehitaman terpeta mega menutupi horizon,
tirai putih dengan sulaman emas yang biasanya melambai – lambai santai kini
menggantung bebas tanpa desau angin, pemuda bernama Kim Taehyung itu terbangun
dari hayalan fantasinya karena hawa panas pelan – pelan melenggang datang
meraba sel – sel kulitnya hingga kantuknya telah terserap habis.
Kim Taehyung adalah seorang detektif swasta, tak
mampu untuk sekolah detektif membuatnya belajar otodidak seperti orang
kecanduan. Kedua orang tuanya menghilang, itu yang ia ketahui sampai saat ini. Hukum
serta kepolisian banyak memakai jasanya dari pada detektif bersertifikat
barangkali karena bayaran yang rendah, well
bertahan hidup bukan alasannya menguasai bidang yang harus bergulat dengan otak
itu, bayaran berupa gimbab segitiga,
ramen pun akan ia syukuri. Taehyung
memiliki mata yang berbeda dengan yang lain, ia memiliki manik kelabu, ia
menyebutnya mata keberuntungan, untuk orang yang pertama kali bertemu pasti
akan mengira itu adalah contact lens.
Taehyung menggeliat di atas kasur menyingkap poni
yang setengah basah, selimutnya ditendang sampai lantai, saluran cuaca
mengingatkan bahwa hari ini merupakan hari terpanas sepanjang musim panas tahun
2017, titik – titik keringat ramai memenuhi pelipisnya, menguar aroma menyengat
khas pria, kaos oblong sudah di angkat sampai dada namun jam analognya masih
menunjukan pukul 2:30 am, secara terpaksa Taehyung pun membuka matanya,
mendesah sambil menatap langit – langit kamarnya.
“Sial...”
“Kali ini aku harus pasang harga untuk perbaikan AC”
Taehyung menyelipkan tangannya di bawah bantal untuk
mengambil smartphonenya trrt trrt trrt smartphonenya bergetar unknown
number gumam Taehyung dalam hati. Alisnya bertautan, Taehyung memalingkan
wajahnya melirik jam di samping kasur, ia menggigit bibirnya cemas.
“Gr- Gray-nim!
Ku- kumohon tolong- tolong kami!”
“Gray-nim! Kumohon!”
“Gray-nim! Apa
kau disana?!”
Tangisan bercampur teriakan mengusik pendengarannya,
Taehyung segera menjauhkan benda tipis itu dari terlinganya sebelum gendang telinganya
pecah. Ia telah terbiasa akan hal itu.
“Iya, silahkan bicara” ucap Taehyung tenang.
“Di- di sini ada
o- orang meninggal!
“Tolong cepat ke
sini kami sangat ketakutan”
“Segera kirim alamat kalian” titah Taehyung tanpa
basa – basi.
Tak sampai 1 menit, alamat pun berhasil Taehyung
terima. Cheonan Girls High School, sempat
berdecak ketika membaca tujuannya. Taehyung beranjak dari kasur gemuk itu, ia
memanaskan mesin skuternya, mengambil beberapa peralatan tempur dan memakai
jaket.
Cheonan Girls High School
Taehyung mengatur deru nafasnya, menggenggam knop
pintu dan membukanya. Mayat wanita tengah duduk kaku di barisan paling depan
kolom ke tiga dari kiri, kepalanya miring. Taehyung sendiri ngeri melihat wajah
mayat itu, mengadap ke arah papan tulis tanpa goresan kapur sedikitpun. Berjalan
Taehyung ke arah mayat itu, langkahnya kecil – kecil sementara Handscoon telah melekat apik di
jari-jarinya bersiap menggeledah mayat itu.
“Kalian menelpon polisi?” Pertanyaan lazim Taehyung.
“Tidak Gray-nim, anda yang kami telepon duluan.”
Sahut wanita dengan seragam olahraga.
Alasan kuat kenapa client selalu
menelpon Taehyung sebelum polisi, kadang polisi adalah musuh abadi detektif
swasta seperti Taehyung apalagi jika korban adalah orang penting, polisi akan
bertindak sesuai perintah bukan fakta.
Taehyung mengarahkan penlight ke pupil mayat itu, membuka salah satu handscoon dan merasakan suhu badan
dengan kulit tangannya. Punggung tangan Taehyung di edarkan dari pipi hingga
leher, suhu badan mayat itu cukup hangat, bisa faktor kelembapan ruangan, suhu
badan mayat akan berkurang 0,8 celcius
tiap jam, terjadi pengendapan darah menyebabkan kulit mayat itu berwarna merah
– ungu, kemungkinan kematian sekitar setengah jam yang lalu paling lama 45
menit. Terdapat darah di lubang hidungnya, kering hampir membentuk kerak, tidak
ada luka luar, kemungkinan besar meninggal karena racun.
Taehyung menghentikan aktivitasnya sejenak, menatap
sarkastik kedua remaja wanita yang tengah berpelukan di sudut kelas “Ngomong –
ngomong, kenapa kalian masih di sekolah? ini sudah hampir dini hari”
“Jangan berpikir karena kalian menelponku duluan
jadi aku tidak akan mencurigai kalian. Kalian tetap dalam pengawasanku” Tambah
Taehyung.
Wanita yang satunya berseru “Bukan kami pelakunya!
Sejak pulang sekolah kami berada di perpustakaan, mencari referensi tugas sekalian
belajar, kami berencana pulang tapi buku matematikaku ketinggalan di kelas,
jadi...” Ia menggantungkan kata – katanya.
“Cukup” Sela Taehyung.
1, 2 dalam hati Taehyung menghitung cctv yang ada di dalam kelas dan koridor menuju perpustakaan, total
ada 3 cctv.
“Bagaimana pun polisi akan menaru curiga pada kalian
berdua ketika memeriksa cctv” Mereka
berdua hanya mengangguk paham.
Handscoon Taehyung kembali terpasang, ia memeriksa setiap saku
seragam mayat itu, sebuah smartphone low
baterai berada di saku kiri cardigan.
Taehyung beralih pada tas, buku tulis, tempat pensil, krim pelembab serta botol
obat, over dosis? Mengocok botol obat tersebut mengira - ngira jumlah obat di
dalam. Taehyung membaca keterangan obat tersebut, ternyata bentuk kapsul, bukan
obat keras, hanya obat penambah stamina biasa tak mungkin over dosis walaupun mengonsumsi
5 kapsul ataupun lebih.
Taehyung mengangkat smartphone yang ia temukan ”Ada yang tahu patternnya?”
Wanita dengan seragam olahraga merespon “Tak sengaja
aku sering melihat Eunjoo unlock
smartphonenya, n kecil” menggambar n kecil dengan jari telunjuknya di
udara.
“Gagal” Taehyung mengangkat bahunya. Secara acak
Taehyung mencoba membuka smartphone itu.
Taehyung pun menyerah, smartphone itu ia simpan di saku celananya. Taehyung berbalik arah,
menggapai isi laci, meraba – raba ruangan sempit itu, sebuah tumbler perak ditemukan. Aneh, tumbler itu masih penuh, seperti belum
pernah disentuh sama sekali padahal jika Eunjoo sering minum obat air itu
setidaknya berkurang setengah.
“10 menit lagi sekuriti akan memonitor sekolah, ayo
keluar dari sini”
Cheonan Girls High School
Kasus kematian Eunjoo tengah menjadi topik hangat di
SMA Cheonan, garis kuning melintang di kelas 11-A, mayat Eunjoo telah ditangani
oleh tim forensik, sedang barang bukti diamankan pihak kepolisian. Taehyung
masuk ke dalam kelas itu, tak perlu melapor karena Gray sangat terkenal di
kalangan polisi Seoul.
“Gray-ssi, kau sudah datang” Sapa kepala divisi tim
penyelidikan, Pak Han.
Hanya membalas dengan gumaman kecil.
“Akhir – akhir ini kau terlalu bekerja keras, huh?”
Senyuman tipis terlukis di wajah Pak Han, kalimat ejekan yang tak berarti.
“So, bagaimana perkembangan kasusnya?”
“Kenapa begitu terburu – buru Gray-ssi”
Picingan mata adalah balasan Taehyung, terlalu bosan
dengan godaan – godaan Pak Han. Perbincangan pun berlanjut, garis keturunan
keluarga Eunjoo telah Taehyung terima. Eunjoo adalah anak tunggal dari Presiden
direktur PT. Central City, cabangnya
tersebar di kota – kota besar salah satunya mall terbesar yang ada di pusat
kota Seoul, ayahnya meminta untuk segera menyelesaikan kasus tersebut sehingga
tim khusus pun langsung dibentuk, namun sepertinya kasus ini tak akan
terpecahkan dengan mudah karena cctv
yang berhasil merekam korban rusak, dari awal Taehyung curiga bahwa pelaku merusaknya
sebelum membunuh Eunjoo. Hasil forensik diinformasikan akan keluar sekitar lima
sampai tujuh hari.
“Barang bukti?” Tanya Taehyung dengan alis menyatu.
“Kami lakukan dactyloscopy
dengan serbuk magnet”
“Lalu?”
“Seperti yang kuduga, muncul data gadis cctv itu” Bungkusan tembakau diselipkan
antara jari – jarinya. Pak tua itu hobi sekali merokok.
“Jejak mikroskopis?”
“Ei mustahil, kau tak lihat ini kasus apa?” Asap
pembawa penyakit itu menyebar sembarangan di udara.
“Rileks Gray” Tambahnya sembari menyodorkan kotak
rokok namun Taehyung hanya mengangkat tangannya tanda penolakan.
Taehyung keluar dari kelas 11-A, sedikit membutuhkan
tenaga karena paparazi sekolah tengah siap dengan kamera smartphone menyumbat pintu keluar. Berjalan ringan Taehyung
melewati koridor menuju kantin untuk membeli roti pizza, tadi pagi ia lupa sarapan. Meja belakang menjadi tempat peristirahatan
Taehyung, tangan kanannya memegang roti sedang tangan kirinya menggengam smartphone Eunjoo yang ia ambil, dengan
pipi yang penuh roti Taehyung menbcoba membuka asal pattern smartphone
Eunjoo. Ibu jarinya mulai kram, ia pun mulai kesal, membanting ringan smartphone tersebut dan merenggangkan
otot – ototnya.
“Permisi, Gray-nim?” Seorang gadis kurus menghampiri
Taehyung, mencoba menebak nama samarannya.
“Iya, benar” Taehyung mengangguk.
“Itu, aku yang memberikan gantungan itu pada Eunjoo”
Tangan wanita itu terjulur panjang ke arah bintang perak dengan tempelan
permata sintetis.
Taehyung diam sejenak, mengamati wanita itu dari
ujung rambut sampai ujung kaki, memberikan smartphone
itu sambil mengangkat alisnya. Tak sampai hitungan detik, satu gerakan ibu
jari berhasil membuka pattern smartphone Eunjoo.
“Apa kalian akrab?” Wawancara Taehyung dimulai.
“Iya cukup dekat, kami beberapa kali satu kelompok
dalam proyek sekolah, kami juga satu tempat les”
“Tolong ceritakan kepribadian Eunjoo” Pinta
Taehyung.
“Eunjoo orangnya periang, dia sangat pintar hingga
terpilih menjadi ketua kelas, tidak pernah menunjukan bahwa dirinya adalah anak
pengusaha kaya raya, gaya pakaiannya pun tak terkesan glamor, aku pernah
mengunjungi rumahnya untuk membuat tugas, dia menerimaku dengan senang hati,
bahkan membantuku mengerjakan soal tersulit” Wanita itu menunduk memainkan kuku
– kukunya.
“Apa mungkin ada yang membencinya di kelas?”
“Tidak, tidak ada yang membencinya di kelas karena
Eunjoo baik pada semua orang”
Gadis itu pergi tanpa meninggalkan informasi yang
berarti. Merasa bosan, Taehyung pun mengotak – atik smartphone keluaran terbaru itu, tujuan pertamanya adalah catatan
panggilan, telepon terakhir yang masuk adalah ayahnya, sebelum ayah Eunjoo ada
nomor tak dikenal, Taehyung hanya berpikir bahwa itu adalah telepon spam. Ibu jari Taehyung menyentuh pelan layar
sensitif itu, muncul foto – foto keseharian Eunjoo, ratusan foto selfi memenuhi
foldernya. Taehyung mengetuk layar itu lagi, foto dengan latar landmark luar negeri membuat Taeyung
mengernyit, Ouh aku hampir tak mengenal
Eunjoo gadis cantik bak model berpose di depan gedung – gedung pencakar
langit di Prancis, wajahnya dipoles make
up tebal yang membuat wajahnya terkesan dewasa mungkin hobinya traveling tebak Taehyung. Kira – kira satu jam
lebih Taehyung memeriksa semua foto yang ada pada smartphone Eunjoo. Nihil, ia tak menemukan apapun
1 minggu kemudian
Pihak kepolisian memberikan segala kekuasaan penuh
kepada tim forensik untuk menganalisa penyebab kematian Eunjoo, mereka
menemukan zat – zat arsen dengan dosis fatal pada darah korban, pernyataan
tersebut semakin meyakinkan setelah ditemukannya kandungan arsen trioksida
dalam minuman Eunjoo, namun pendapat lain muncul dari ahli toksikologi bahwa
Eunjoo tidak akan meninggal secepat itu jika hanya satu dosis besar dimasukan
ke dalam makanannya.
“Kalian yakin itu arsen?” Taehyung membuka kaleng
soda, lantas menenggaknya.
“Kau meragukan tim forensik?” Pak Han balas
bertanya, keriput muncul di dahinya.
“Jika itu kadar mematikan, paling sedikit butuh 200
mg agar korban meninggal” Menaruh sodanya di sembarangan arah meminimalisir
jaraknya dengan Pak Han.
“Benar,
korban diracuni dengan satu dosis besar yakni 300 mg arsen. Sepertinya pelaku
tidak ingin bermain rumit, bukan begitu?” Pak Han berbicara selepas melirik
Taehyung.
“Ck, kalian pasti bercanda, hari itu Eunjoo tidak
pernah minum dari tumblernya sentuh
pun tidak” Nada bicara Taehyung naik setengah oktaf.
Lidah pun terasa kelu, hampir kalah dalam perdebatan
kecilnya dengan Taehyung. “Ah, rupanya kau melewatkan kotak makan Eunjoo,
makanannya mengandung arsen.” Bibir Pak Han melengkung, ia tersenyum sinis
beradu pandang dengan iris kelabu Taehyung.
Sempat mematung mendengar penjelasan Pak Han, memberi
jeda pertanda ia kalah dalam perdebatan.
“Tindakan kalian selanjutnya apa?” Taehyung bertanya
pasrah.
“Apa lagi selain menangkap pelaku, ayah Eunjoo sudah
seperti orang gila menyuruh polisi untuk segera menemukan pelaku” Pak Han
menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
“Lihat,
sampai saat ini kami sudah menerima cek nominal 1jt won tiga kali” Tangan Pak
Han menunjuk tiga lembar kertas sedikit kusut di atas meja, air mukanya sedikit
kesal memikirkan cek itu. Harga diri Pak Han tak pernah diinjak – injak seperti
itu sebelumnya.
“Kalian sudah menemukan pelaku?” Tanya Taehyung
“Kau belum tahu? Surat penangkapan sudah keluar,
hari ini tersangka akan di interogasi” Pak Han mengambil surat penangkapan itu
di atas gundukan dokumen dan menunjukannya pada Taehyung.
Dahi Taehyung berkerut “Choi Hanna?”
Pak Han menggangguk mantap.
Taehyung mangangkat satu alisnya, membutuhkan
penjelasan tentang sosok Choi Hanna.
“Itu, si gadis cctv”
“Ta- tapi bukan dia pelakunya! Malahan Choi Hanna
dan temannya yang melapor kematian Eunjoo, mereka bahkan memiliki alibi yang
kuat” Nada Taehyung mulai tak beraturan, menatap tajam Pak Han, bertanya –
tanya apa sebenarnya yang ada di pikiran Pak Han.
“Semuanya
sudah jelas kalau dia pelakunya mulai dari cctv,
sidik jari, informasi dari teman – teman semuanya pasti berakhir pada Choi
Hanna.” Dari matanya Pak Han sangat yakin kalau Choi Hanna yang membunuh
Eunjoo.
“Jika itu kotak makan, bukankah keluarga korban juga
harus di awasi”
“Kami juga berpikir begitu, namun setelah di
wawancara tak ada yang mengaku pernah menyiapkan bekal untuk Eunjoo karena
terlalu sibuk dengan pekerjaan, bahkan Ibu Eunjoo berkata bahwa Eunjoo adalah
anak yang mandiri, segala keperluan sampai bekal Eunjoo yang siapkan sendiri”
“Eunjoo tak mungkin menuangkan racun pada bekalnya
sendiri iyakan?” Sunggingan tipis tak pernah pudar di wajah Pak Han.
Cheonan Girls High School
Hari semakin terik, benda langit terbesar itu berada
persis di arah jam 12. Mendengar penjelasan Pak Han, Taehyung segera menuju perpustakaan
untuk menemui Choi Hanna, Taehyung menelponya tadi.
Choi Hanna mengangkat tangannya ketika melihat
Taehyung berdiri di mulut pintu. Taehyung tersenyum tipis dan berjalan ke meja
samping jendela.
“Polisi akan menangkapmu sebentar mungkin pulang
sekolah” Ucap Taehyung to the point, berbisik agar tak
mengganggu pengguna perpustakaan yang lain.
“Ternyata benar dugaanku” Tutur Hanna, sebuah
senyuman paksaan tersungging di sudut bibirnya.
“Mereka sempat mewawancaraiku sehari setelah Eunjoo
meninggal” Desahan nafas panjang mengakhiri kalimatnya, tidak lagi menaruh
perhatian pada buku matematikanya, hanya membuka asal seraya menatap kosong
rumus – rumus yang membutuhkan konsentrasi tinggi itu.
“Apa yang mereka tanyakan?” Tanya Taehyung.
“Hanya pertanyaan – pertanyaan sederhana tentang
hubunganku dengan Eunjoo, tapi aku menjawabnya dengan jujur.” Hanna menutup
kasar buku matematika itu dan menatap Taehyung “Aku tidak mau masuk penjara”
lirih Hanna, ia hampir menangis.
Taehyung diam sejenak, menatap Hanna dengan perasaan
campur aduk.
“Pada akhirnya aku harus bersedia untuk diinterogasi”
ucapnya pelan.
“Bertahanlah Hanna, posisimu saat ini sulit untuk
dibela, kau tahu sendirikan kau dan temanmu tak terekam cctv perpustakaan karena hanya satu cctv yang berfungsi” Taehyung memajukan badannya memberikan tepukan
penyemangat di bahu Hanna.
Hari itu menjadi hari terakhir Taehyung bertemu
Hanna, kabar terakhir yang Taehyung terima adalah Hanna ditahan pihak
kepolisian setelah diinterogasi. Hanna dicap sebagai ‘pembunuh cerdas’ oleh
media akibat kronologi yang polisi beberkan, sudah satu minggu lebih acara news di Korea membahas terkuaknya kasus
Eunjoo, saham PT. Central City pun
yang tadinya anjlok kini melonjak bukan main seperti hari – hari biasa. Orang
tua Hanna tak berdiam diri, mereka langsung menyewa pengacara.
Pak Han kini bisa berlega hati karena terbebas dari
omelan ayah Eunjoo, tentu saja tiga lembar cek yang nilainya jutaan won telah
ia kembalikan pada ayah Eunjoo, namun beliau bersikukuh menolaknya, tak
kehabisan akal Pak Han merobek cek itu menjadi kepingan kecil melemparnya di
depan pria 40-an yang memiliki jabatan Presiden direktur itu tolong jangan pernah lagi meninggalkan
uangmu di sembarang tempat Eunjoo abeonim tatapan yang terlampau intens
serta kalimat bak mata pisau berhasil membuat ayah Eunjoo tak berkutik, berdiri
lakyaknya patung memandang bahu tegas Pak Han menghilang di balik pintu.
Kantor Kepolisian Seoul
Tergesa – gesa Taehyung berlari menuju ruangan Pak
Han. Ada hal penting yang harus ia bicarakan mengenai Hanna, dilihat dari sisi
mana pun status Hanna bersih alias tak bersalah. Kemarin Taehyung kembali ke
TKP untuk mencari petunjuk, saat itu malam hari, ia berbohong kepada sekuriti
bahwa ia adalah kakaknya Choi Hanna dan ingin mengambil barang Hanna yang
tertinggal, sekuriti berperut buncit itu pun dengan enteng mengizinkan Taehyung
masuk ke sekolah khusus wanita itu dengan syarat tak lebih dari 10 menit. Garis
polisi tak lagi melintang di kelas itu, bunga crysanthemum, catatan serta coretan – coretan kecil memenuhi tempat
duduk Eunjoo. Taehyung mendekat kami
merindukanmu Eunjoo, I love you, sampai bertemu di surga, Hanna sudah ditangkap
kau pasti senang membaca kalimat – kalimat singkat di meja Eunjoo, meja itu
penuh serta berwarna – warni, foto – foto Eunjoo dengan teman – temannya pun
berjejer memenuhi tempat duduk Eunjoo. Taehyung menggeleng, rasanya mustahil
untuk membacanya satu – persatu. 8 menit berlalu begitu saja, sialnya Taehyung
masih membaca tulisan – tulisan itu, manik kelabunya berkeliaran cepat karena
tulisan – tulisan itu sangat banyak dan kecil, kata umpatan sempat menjadi pelampiasannya.
“Shit dua menit lagi pasti sekuriti itu
kesini”
“Tunggu-“
Manik kelabu Taehyung terpaku sesaat, mengunci
tatapannya pada satu titik tulisan diantara ratusan tulisan lain, matanya tak
berkedip, ia tak mau kehilangan tulisan itu, Taehyung menandai letak tulisan
itu dengan jari telunjuknya, mengeluarkan smartphonenya
dan mengambil gambar tulisan itu terlalu
aneh memberikan pesan ini kepada orang yang sudah meninggal batin Taehyung.
Ia pun segera meninggalkan kelas itu. Taehyung memberikan salam pada sekuri itu
sebelum ia melewati gerbang namun sekuriti itu menahannya, menyodorkan tempat
pensil sewarna gading pada Taehyung.
“Saat menemukan mayat itu, sebelumnya aku memonitor
sekolah dan menemukan ini di perpustakaan, aku yakin ini milik Hanna, aku ingin
mengambalikannya tapi aku tak pernah bertemu dengannya lagi, ahh~ masih ku
ingat dengan jelas wajah memelasnya meminta izinku untuk memakai perpustakaan
sampai larut malam, aku tak percaya Hanna setega itu pada temannya”
“Ah~ Hanna sangat ceroboh, ia selalu saja
meninggalkan barang – barangnya, terimakasih” Taehyung menunduk canggung
kemudian pergi dari tempat itu, besoknya ia putuskan untuk menemui Pak Han,
disinilah Taehyung, duduk tak nyaman di ruangan Pak Han karena tak sabar ingin
memberitahu bahwa Hanna bukan pelakunya, Pak Han sedang memimpin rapat, ia akan
tiba kira – kira 15 menit lagi.
Ceklek- daun pintu berukuran sedang tiba - tiba terbuka.
“Oh Gray ada perlu apa?”
“Ada yang ingin aku diskusikan”
“Tentang apa?”
“Choi Hanna”
Taehyung menjelaskan alibi Choi Hanna pada Pak Han,
setiap inci wajahnya menunjukan ekspresi serius. Tempat pensil yang Taehyung
terima dari sekuriti itu ia berikan pada Pak Han sambil menjelaskan asal mula
ia mendapatkannya. Awalnya Pak Han bingung, ragu untuk mengambil tempat pensil
itu, Pak Han pun membukan dan melihat – lihat isinya, tiga buah polpen, dua
buah pensil dan tipex bertuliskan
milik Choi Hanna di dalamnya. Pak Han hanya mengangguk ringan tidak ada yang special huh mengangkat
bahu sambil tertawa enteng dan melempar tempat pensil itu di meja.
Dalam diam Pak Han menatap Taehyung, punggungnya
bersandar di sofa maron dengan tangan menyilang di dada, satu keningnya
diangkat menunggu aksi Taehyung selanjutnya.
“Aku menemukan ini di meja Eunjoo” Smartphone Taehyung di angkat sejajar
dengan wajah Pak Han.
“Apa itu?” Dahi Pak Han berkerut, ia memajukan wajah
sedikit, untuk sepersekian detik Pak Han berpikir bahwa umur bukanlah sebuah
angka.
Taehyung mendekatkan smartphonenya.
“Kode sandi?” Tebak Pak Han.
“Benar, aku menemukan ini di meja Eunjoo kemarin.” Cepat
– cepat Taehyung mengeluarkan secarik kertas di saku jeansnya.
“x-i-k-c-c-l-i-o-k-m-o-p-f-o-q-b” Pak Han mengeja
huruf – huruf yang ada di smartphone
Taehyung, sedikit kesal karena merasa seperti dipermainkan.
“Kurasa ini adalah sandi Vigenere, sandi yang paling sederhana untuk memberi pesan pada
seseorang, harus membutuhkan kata kunci untuk memecahkannya, and guess
what aku menemukan kata mencurigakan di dekat huruf – huruf random itu”
Taehyung mengunci maniknya dengan Pak Han.
“tox”
“tox?
Bukankah itu racun?” Pak Han menebak dalam kebingungannya, ia tak tebiasa
bergumul dengan kode tak jelas seperti itu.
“Bingo!”
“Mungkin itu hanya huruf asal yang ditulis anak –
anak iseng untuk mengelabuhi polisi” tipikal orang yang tak mau kalah, dengan
suara rendah Pak Han membela dirinya.
Sunggingan tipis Taehyung suguhkan. “Huruf asal tak
akan mengandung makna, aku sudah memecahkan sandi itu”
Flashback
on
(Kemarin)
Dengan kecepatan penuh Taehyung melaju di jalan
selatan Daejeon, jalanan bukan titik
fokusnya melainkan kode sandi yang ia temukan di meja Eunjoo tadi, tak sabar ia
ingin bergulat dengan kertas serta pensil untuk menguak makna dibalik sandi
itu, ia sedikit lega karena kode itu bukan kode berlapis rumit yang membuat kepala
pusing. Huruf – huruf acak serta kata kunci dengan baik hati ditinggalkan
pelaku, huruf – huruf itu mengingatkan Taehyung akan sandi Vigenere yang ia baca di internet beberapa tahun lalu, right, kata sandi yang sangat sederhana,
mungkin hanya membutuhkan 10 – 15 menit untuk Taehyung pecahkan, tapi bagi
polisi, mereka tak terbiasa akan kode – kode membingungkan seperti itu.
x-i-k-c-c-l-i-o-k-m-o-p-f-o-q-b.
“Jika dilihat dari banyaknya huruf, keemungkinan
akan membentuk beberapa kata” Taehyung sudah bersiap dengan alat tulisnya.
A=0 B=1 C=2 D=3 E=4 F=5 G=6 H=7 I=8 J=9
K=10 L=11 M=12 N=13 O=14 P=15 Q=16 R=17
S=18 T=19 U=20 V=21 W=22 X=23 Y=24 Z=25.
Deretan huruf dan angka di atas
merupakan indeks urutan alfabet untuk kode Vigenere,
layaknya pelajaran matematika kode ini juga memiliki rumus, kata kuncinya hanya
memuat 3 karakter (tox), menurut
sumber yang ia baca kata kunci harus harus diulang menjadi sama dengan jumlah
karakter kode sandi, kata sandi memiliki 16 karakter (xikccliokmopfoqb) jadi
kata kunci juga harus memuat 16 karakter (toxtoxtoxtoxtoxt). Sederhana, hanya
dengan rumus pengurangan dan sedikit IQ
kode sandi ini dapat Taehyung pecahkan dengan mudah. Taehyung mengganti kata
sandi itu dengan angka (x=23, i=8 dst) begitu juga dengan kata kuncinya, angka
– angka itu ia susun ke dalam rumus pengurangan biasa (silahkan kurang
sendiri). Taehyung tersenyum penuh arti, ia telah mendapatkan hasil akhirnya.
Ia mendapat 16 angka bertanda min juga positif, siap dicocokan dengan pasangan
alfabetnya.
“E-U-N-J-O-O”
“P-A-N-T-A-S”
Kening Taehyung semakin berkerut,
menatap huruf yang terangkai dengan penuh heran.
“M-A-T-I” Matanya mengerjap, tidak
yakin dengan pesan dari kode sandi itu, dadanya naik turun merasakan desakan
emosi memenuhi rongga dadanya.
“Gadis kurus itu salah, ternyata
ada juga yang membenci Eunjoo”
Flashback off
Pak Han memandang dengan mata
skeptis kertas kusut itu, penjelasan Taehyung mulai masuk akal hingga fakta
bahwa mereka telah ceroboh menangkap Hanna mengganggu pikiranya. Hanna ditahan
di pusat tahanan remaja Seoul, minggu depan tepatnya tanggal 22 juli ditetapkan
hakim sebagai jadwal sidang kasus pembunuhan Eunjoo.
“Bagaimana, ternyata pelaku ingin
bermain rumit bukan begitu Pak Han” Taehyung mengangkat sebelah alisnya.
“Persetan dengan kode – kode itu,
Choi Hanna sudah ditangkap, publik sudah tenang, masalah selesai.” Suara berat
khas Pak Han menggema di ruangannya, ia berdiri sambil bertolak pinggang merasa
segala kekuasaan berada ditangannya.
“Ternyata sifat tergesa – gesamu
belum hilang juga Pak Han” Taehyung mendongak menatap Pak Han.
Tok
tok tok- ketukan pintu
terdengar, cepat – cepat Pak Han membuka knop pintu itu “Ada apa?” Tanya Pak
Han.
“Data yang bapak minta sudah siap” seorang
detektif memberikan beberapa lembar kertas pada Pak Han, ragu – ragu ia
mengambil berkas itu sambil beberapakali melirik Taehyung, bola matanya memberi
kode pada detektif itu bahwa ia sedang kedatangan tamu namun bawahan Pak Han
itu tak menerima kodenya dengan baik.
“Kurasa kematian Eunjoo membuat
kasus ini menjadi pembunuhan berantai” Detektif itu bergumam heboh, matanya besar
berbinar mengingat kasus kematian Eunjoo bukan hanya kasus kematian biasa.
Perlahan Taehyung beranjak dari
sofa maron itu, telinganya menangkap semua perbincangan antara atasan dan
bawahan tersebut “Data apa yang sudah siap?” ucapnya datar.
Mata detektif itu terbelalak
melihat Taehyung muncul dari dalam ruangan Pak Han berkas tersebut masih berada
di tangannya, tertangkap basah layaknya tikus yang terjebak dalam jebakan besi,
walaupun ingin melarikan diri, mustahil.
“Oh, Gray kau disini” Bibirnya
gagap, tak tahu sudah berapa kali kelopak matanya berkedip.
Secepat kilat Taehyung merampas kertas
yang masih hangat itu Daftar Kasus
Pembunuhan Tahun 2017 mata membulat membaca judul berkas, memberikan
tatapan tajam pada Pak Han sekilas lalu kembali fokus pada lembaran – lembaran
itu. Bulan April, Mei dan Juni ditandai dengan tinta merah, manik kelabunya
dengan lincah membaca kasus – kasus pada bulan tersebut. Pada tanggal yang sama terjadi kasus keracunan ucapan Taehyung
berhasil membuat Pak Han dengan susah payah menelan air liurnya, Taehyung tahu
saat ini Pak Han sibuk mencari alasan untuk pertahanan, bawahan Pak Han? Sudah
pergi beberapa menit yang lalu.
“Ternyata diam – diam kau masih
menyelidiki kasus Eunjoo” Skak, Pak Han berhasil bungkam. Mereka berdua kembali
menduduki kursi maron itu.
“Aku tak tahu kalau ada kasus
keracunan pada bulan April dan Mei” Taehyung menatap dingin Pak Han, ia sudah
terlalu lama menutup mulut.
“Kau sudah salah paham Gray, aku
hanya teringat akan kasus – kasus keracunan sebelumnya, siapa tahu ada hubungan
dengan kasus Eunjoo.” Pak Han menyalakan
rokok dan menghirupnya dalam – dalam.
Sementara itu Taehyung masih sibuk
dengan daftar kasus itu. Ia sudah sampai halaman belakang.
“Pelaku – pelaku itu, mereka
ditahan dimana?”
“di tahanan remaja Seoul tapi
pelaku yang satunya bunuh diri di dalam sel, menusuk perutnya dengan pensil
sampai kehabisan darah, itu berita yang kudengar” Pak Han mengetuk rokoknya ke asbak kaca yang
ada di atas meja, ini menjadi yang ketiga kali ia mengganti posisi duduknya.
“Kau terlihat tak nyaman Pak Han”
Pak Han berdehem “Sebenarnya ada
yang mencurigakan dari pelaku – pelaku kasus keracunan itu” Rokok yang sisa
setengah itu tiba - tiba dimatikan. Perbincangan mereka masuk ke level yang
lebih serius.
“Apa?” Taehyung memajukan badannya.
“Setelah korban ditemukan, pelaku
selalu muncul dan menyerahkan diri”
“Huhh?!!”
---
Pak Han memberikan info detil mengenai
kasus keracunan bulan April dan Mei pada Taehyung, bulan April tepatnya tanggal
23 seorang pria 20-an meninggal di apartemen mewah kawasan Gangnam, korban adalah
anak dari pengusaha properti, setelah dilakukan otopsi, tim forensik melakukan
konfrensi pers menyatakan bahwa lambung korban menghitam karena racun. Bulan
Mei tanggal 23, seorang nenek meninggal saat sedang tidur siang di mension
besar nan mewah miliknya, tim forensik juga menyatakan bahwa keracunan adalah
penyebab kematiannya. Terakhir bulan Juni tanggal 23, kasus keracunan Eunjoo
masih hangat diperbincangkan khalayak ramai.
Taehyung mengerjapkan matanya
menyadari cahaya lurus keemasan sang mentari menyinari matanya dengan tidak
sopan, tidur dengan posisi duduk bertumpu pada meja belajar membuat otot –
ototnya kaku, kakinya menjejak lantai kayu kotor penuh debu bercampur remahan
biskuit rasa kacang yang ia makan tadi malam, informasi yang ia terima dari Pak
Han membuatnya lebih penasaran akan kematian Eunjoo. Taehyung memandang sejenak
keadaan kamarnya, miris, seperti TKP pembunuhan bermotif balas dendam. Catatan
tebal berwarna hitam diraihnya, mata mengantuknya bergerak malas membaca kata
demi kata dalam catatan itu tak lupa ia mengusap kasar air liur di ujung bibir.
Setelah korban ditemukan, pelaku selalu
muncul dan menyerahkan diri ucapan Pak Han selalu terngiang dalam
pikirannya, bagi seorang kriminal menyerahkan diri tak semudah membalikan telapak
tangan.
Satu hal yang membuat Taehyung tak
habis pikir mengenai Choi Hanna, saat diinterogasi, ia menyerahkan diri pada
pihak kepolisian, tindakannya bertolak belakang dengan tekatnya yang ingin dibela
mati – matian Choi Hanna, dia menyerahkan
diri pada polisi. Ia berkata bahwa ia sangat membenci Eunjoo dan ingin
membunuhnya kata – kata Pak Han masih terukir dengan jelas dalam benaknya,
jika benar demikian, Choi Hanna memang ‘pembunuh cerdas’, Taehyung tersenyum
bodoh mengingat betapa besar ambisinya untuk membebaskan Choi Hanna dari dalam
tahanan. Bergeming Taehyung memusatkan perhatian pada catatan yang sudah
seperti hidupnya itu, semua kasus yang ia tangani tersusun rapi dalam tiap
lembarannya, membongkar kembali memori akan kasus – kasus keracunan yang pernah
ia tangani, detik waktu serasa melambat kala manik kelabunya membaca tulisan
besar pada kertas lusuh itu, sorot balik kejadian lima tahun lalu yang berhasil
membuat gempar dunia kesehatan dan pihak kepolisian. Eii tidak mungkin nafasnya mendesah seiring gelengan kepala yang
begitu cepat.
---
Berjalan cepat Taehyung menelusuri
lorong remang di tahanan khusus remaja Seoul, alisnya menyatu di sepanjang perjalanan
mengingat sosok Choi Hanna yang berani sekali menipu orang yang berusaha
menolongnya. Tempat ini tak ada bedanya dengan asrama, semua keperluan tersedia
hanya saja sepi bak kuburan.
Pria setengah abad menghampiri
Taehyung “Ada yang bisa saya bantu?” suara bariton menggema di ruangan tertutup
itu.
“Saya ingin bertemu dengan Choi
Hanna” Balas Taehyung setelah memberi hormat.
“Ahh~ Choi Hanna, akhirnya ada juga
yang menjenguknya, saya kasihan melihat Hanna selalu sendiri teman sebayanya
selalu saja menjauhinya”
Taehyung hanya tersenyum.
Menunggu cukup lama, tiba - tiba
wanita bertampang lugu muncul dari balik pintu antik berwarna coklat tua,
langkahnya diatur kecil – kecil dan lamban, takut – takut kepalanya menunduk
begitu juga dengan jari – jari rampingnya, bermain begitu lincah.
Manik Taehyung mengikuti gerak –
gerik Hanna sampai ia duduk di kursi kayu mahoni klasik dengan kaku.
“Maafkan a- ak- aku” suara pelan
bak bisikan Hanna terdengar begitu jelas, tertangkap oleh telinga Taehyung.
“Tujuanku kesini bukan untuk
mendengar kata maaf, benar kau membunuh Eunjoo?” Hanna tampak gugup karena
tatapan Taehyung yang terlampau tajam.
“Benar” Suara bergetarnya menjawab
mantap bahkan ditambah anggukan kecil.
“Jadi karena itu kau memberitahukan
pattern yang salah saat aku bertanya”
“Kenapa kau membunuhnya? Ah- benar,
ada hal yang lebih membuatku penasaran, jadi, kenapa kau membohongiku? Matamu
sempat berkaca – kaca minta bantuanku”
“Itu-“
Perkataan Hanna terpotong saat
penjaga tahanan membawakan teh hijau hangat, sejenak suasana kaku merangkak
pergi saat suara berat mengiang begitu mencairkan suasana, cangkir keramik
polos itu dengan hati – hati diletakan di atas meja kaca dengan bantuan
Taehyung. Hanna tak sempat bernafas lega, tak sampai dua menit pria 50-an tahun
itu perlahan menghilang dalam koridor temaram yang panjang.
“Itu apa?” Taehyung tipikal orang
yang tak sabaran.
“A- aku”
“Ayolah Hanna, tak ada gunanya—“
“Aku disuruh!” Manik pekat Hanna
bergerak kesana – kemari, rongga dadanya naik turun seirama dengan degupan
jantung yang mengalun cepat.
“...” Mematung Taehyung pada
posisinya.
Keringat dingin perlahan membasahi
epidermis kulit Hanna “Aku tidak boleh mengatakan ini, mereka akan membunuhku
jika aku mengatakannya” Mata besarnya menatap Taehyung dengan cairan asin yang
nyaris menetes.
---
Juli 2017
Seorang
wanita dewasa ditemukan tewas dipinggiran sungai Han, menurut saksi mata,
korban sempat memesan ayam pedas juga cola lewat pesan antar dan makan bersama
kedua temannya. Jasad wanita itu ditemukan dini hari oleh penyapu jalan.
...
lagi - lagi hasil forensik menjelaskan terdapat arsen murni dalam minuman
yang korban konsumsi.
...
pihak kepolisian diserbu wartawan dari berbagai media, meminta penjelasan
tentang kasus keracunan yang mulai menjamur, saat ini kepolisian masih dalam
proses mencari pria pengantar makanan/minuman tersebut.
“Hey, matikan TV itu!” Pak Han
berteriak lantang, memijit kecil pelipisnya, berita pagi membuat kepalanya
serasa mau pecah, masyarakat semakin gaduh saat berita keracunan kembali
memenuhi stasiun TV.
Warga kembali
dibuat resah, tepatnya tanggal 23, kasus keracunan kembali terjadi.
Brak- dobrakan pintu yang sangat keras terdengar, dua
orang pria muncul di balik puntu itu, wajah mereka berpeluh, mulut menganga
menghisap banyak pasokan udara, Manik hitam dan kelabu menatap tajam tiap orang
yang ada dalam ruangan tersebut. Hhah~
terlambat yah Taehyung bergumam pelan.
“Konfrensi pers sudah selesai?” Pria lebih
pendek dari Taehyung bergumam.
“Eoh wartawan sudah menggila seperti zombie”
Dengan kasar Taehyung menggaruk
tengkuknya “Sudah ku bilang itu bukan arsen!” berseru sambil membanting amplop
coklat A4 di atas meja Pak Han.
Pak Han menatap bingung Taehyung.
“Apa ini?”
“Buka saja”
Flashback on
Memejamkan mata, Taehyung menarik
nafas panjang entah sudah berapa kali, disayat kegelisahan membuatnya mondar –
mandir di kamarnya sesekali mengintip smartphone
yang terkapar di atas kasur. Hari ini tepat tanggal 23, walaupun terlihat bodoh
mempercayai hal tersebut, Taehyung yakin bahwa akan ada korban keracunan lagi,
oleh karena itu selama 24 jam Taehyung mengawasi smartphonenya menunggu laporan.
Trrt
trrt lekas – lekas Taehyung
memeriksa smartphonenya, sial
ternyata sebuah pesan, Sungai Han, pukul
02.00 am. Menyeringai dengan angkuh, mengingat penantian panjangnya
membuahkan hasil, siapa pun pengirimnya, ia memiliki firasat buruk tentang
pesan singkat itu.
Saat ini pukul 01.15 am, skuter
bercorak merah malaju kencang di jalanan aspal yang mulai sepi, walaupun musim
panas, cengkraman suhu dingin bisa saja membunuh, rahang kerasnya menggigil
merasakan tusukan angin menusuk pori – porinya, ini sudah kecepatan maksimum tapi tetap saja,
jarak sungai Han dan rumahnya cukup jauh.
Lima
menit lagi pukul dua dini hari Taehyung
melirik sepintas jam tangannya, skuternya dibiarkan terparkir sembarangan,
berlari Taehyung mengitari seisi sungai Han, lapangan rumput yang biasa
dijadikan tempat piknik adalah tujuan utamanya, sepanjang sisi sungai Han
dengan teliti di periksa trrt trrt
pusat konsentrasi tiba - tiba dibuyarkan oleh getaran di saku jeans robek – robek, kepulan uap putih
keluar – masuk di rongga mulut mengatur nafas yang masih berlari liar, arah jam 1 barisan kerutan muncul di
dahinya, persetan dengan pengirim pesan, goalnya
saat ini adalah menemukan korban keracunan ke-4.
Secepat kilat Taehyung berlari ke bawah
jembatan raksasa, tiap detik bayangan samar itu mulai kentara, wajah serta
badan berotot sedang meringkuk terlihat sibuk dengan dunianya sendiri tunggu, ada orang pingsan atau mungkin
korban ke-4? Keparat! Taehyung
menyumpahi pria berotot itu, ia menambah kecepatan pada kakinya untuk berlari
mungkin pahanya sudah mati rasa.
Bruk-
tendangan telak mendarat di pipi
pria itu.
Satu injakan di perut.
Satu lagi di dada.
Ringisan kecil lolos dari bibir
pria itu, pelan – pelan menyentuh bibir bawah berisinya, perih, darah merembes
cukup kencang.
“Kau yang membunuh wanita ini
kan?!!” Kuda – kuda sudah Taehyung pasang, tangannya mengepal kuat, kaki dibuka
selebar bahu ingat, otot pria itu bukan
sebuah lelucon.
“Tu- tunggu! Kau keliru!” Susah payah pria itu
mencoba berdiri, menopang dengan tangan kanannya sedang tangan kirinya
mencengkram perutnya yang mulai ngilu.
“Jangan bohong!”
“Kau juga yang menyuruh Choi Hanna untuk
membunuh Eunjoo! Iyakan! Dasar keparat”
Badan hampir limbung, kelopak
mengerjap cepat karena manik hitamnya sempat mengabur sesaat, menjilat bibir
bawahnya mengecap rasa anyir, pria itu meludah kasar. Satu desahan nafas
panjang membuka dialognya “Apa yang kau bicarakan? Aku yang menemukan mayat
ini!” Ia menggeram menahan sakit.
“Bagaimana bisa—“
“Nomor tak dikenal mengirimku
pesan” Menunjukan pesan itu pada Taehyung.
Sungan
Han, pukul 02.00 am
Cukup membuat pikiran kalut,
keraguan mendalam terpatri pada wajah Taehyung, pesan begitu juga nomor
pengirim sama dengan yang ia terima. Insting detektifnya mulai percaya bahwa
pria itu bukan pelakunya.
“Jadi, siapa kau?”
“Namaku Jimin, Park Jimin”
mengeluarkan kartu nama dari dalam dompet kulit merk gucci dan memberikannya pada Taehyung.
“Mahasiswa ilmu forensik, masa
depanmu rupanya sangat terjamin” Taehyung mengejek sambil terkekeh.
“Tak usah membahas pendidikanku, wanita
ini, kurasa meninggal setelah mengonsumsi ayam dan cola”
“Tunggu apa lagi, amankan ayam dan cola itu.”
Wanita muda berparas cantik
terletak tak berdaya di tepi sungai Han dengan keadaan kaku luar biasa, pakaian
brand nomor satu membalut tiap lekuk
badannya, intan bentuk asscher
melingkari leher jenjang yang mulai pucat kebiruan. Mata terbuka lebar menyadari
angka nol harga barang – barang tersebut jika di jumlahkan satu lagi korban kaya raya tsk tsk tsk mulut Taehyung berdecak –
decak berisik.
Apa
ini Jimin menemukan
secarik kertas pada genggaman lesu mayat itu. Sangat mencolok seakan sengaja
ditujukan untuk orang pertama yang menemukan mayat.
“Ada lagi ya?” Taehyung merampas kertas kusut
itu.
3-4-K
Dua angka dan satu huruf mati, iris
kelabu Taehyung fokuskan pada titik tenang jauh desebrang sungai Han, mencoba
menggapai maksud dari kode itu.
“Ini terlihat seperti kode handy talky kepolisian”
“Huh? Dari mana kau tahu?” Jimin
yang penasaran bertanya.
“Kau tak perlu tahu” Taehyung
membalasnya ketus.
“Kalau tidak salah kode ini
memiliki arti ‘Korban meninggal’ atau...”
“Atau apa?”
“Pelaku melarikan diri”
---
Makanan yang dikonsumsi korban
mengandung 0% arsen, Taehyung dan Jimin telah menganalisanya di laboratorium RS
Hanguk, entah apa alasan pihak kepolisian membeberkan arsen sebagai penyebab
kematian wanita itu.
Berjam – jam mereka menghabiskan
waktu di lab, mungkin karena Jimin yang kurang cekatan dengan alat dan cairan
kimia atau memang korban tidak diracuni? Menyerah, Jimin pun menghubungi
saudaranya yang juga adalah kepala laboratorium. Ayam pedas pesan antar itu tak
mengandung senyawa berbahaya yang artinya segala pengakuan pria pengantar ayam itu
benar.
“Cola ini kalian dapat dari
mana?” Saudara Jimin bertanya.
“Tak usah banyak tanya hyung, lakukan saja tugasmu”
Iris pria berkacamata itu bergerak
lincah mengikuti arah kursor.
“Ngomong - ngomong, kalian pernah
dengar keracunan obat massal di rumah sakit Daehan lima tahun yang lalu?” Mendadak
saudara Jimin bertanya dengan air muka mengerikan.
“Tentu saja, siapa yang tak tahu
kasus keracunan terbesar itu”
“Sampai di pelosok desa pun tahu akan
kasus itu” Timpal Taehyung.
“Kalian juga tahu kalau aku yang
meneliti kandungan racun dalam obat itukan?”
“Aku tahu, hyung sampai tidur di lab berhari - hari, Ah- singkirkan wajah
menakutkanmu itu!”
“Daebak- hasilnya sama persis dengan cola ini! Cola ini, memiliki
kandungan racun yang sama dengan kasus keracunan lima tahun yang lalu!!”
---
Jarum speedometer hampir menyentuh 120km/j, skuter berukuran sedang itu
menggila di jalanan balai kota menuju kantor kepolisian Seoul. Hari mulai
terik, bulatan keemasan terus menjauhi ujung ufuk timur cakrawala menyapa
penduduk Seoul yang mulai memadati jalan – jalan utama Seoul. Beberapa kali skuter
harus dihentikan akibat light traffic yang
muncul di setiap titik tikungan, dengan
cemas Taehyung melirik indikator bensin pada dasbor skuter, letak jarum merah
itu sangat jauh dari huruf F.
“Yak! Bensinnya mau habis!”
“Berhenti saja di SPBU terdekat
nanti aku yang bayar”
“Setahuku di sekitar sini tidak ada SPBU”
Posisi mereka masih di Gwanghwamun sedangkan
kantor kepolisian Seoul masih lumayan jauh. Taxi?
Semuanya lalu – lalang dengan kecepatan penuh membawa penumpang wajar saja
Gwanghwamun merupakan tempat yang ramai dan merupakan tujuan utama para turis.
Mereka pun berakhir dengan berjalan
kaki.
Flashback off
---
“Buka saja”
“Ri- risin!?” Pak Han terkejut
membaca hasil akhir dari laboratorium, jakunnya naik turus serta kelopak yang
sibuk berkedip cepat, kertas yang ia
genggam pun terlihat bergetar kecil.
“Jangan sok terkejut begitu Pak Han!”
Pekik Jimin.
“Kau tahu bahwa korban – korban ada
hubungannya dengan kasus keracunan rumah sakit Daehan lima tahun yang lalu
kan!”
“Apa yang dibicarakan bocah – bocah
ini ck” Pikirannya masih berusaha menghubungkan hasil yang tertera di kertas
itu dengan fakta – fakta yang polisi kumpulkan.
“Hasil ini kalian dapat dari mana?” Tanya Pak Han,
otaknya mulai amburadul.
“Aish- itu
tidak penting! Kita harus segera me-“
“Tae,” Jimin meremas kecil bahu Taehyung.
“Anda pasti mengenal Park Jisoo, ia bekerja di rumah
sakit Hanguk. Kami minta tolong padanya untuk memeriksa kandungan racun dalam
makanan korban. Itu hasilnya kalian bisa lihat sendiri” Jelas Jimin pada Pak
Han, takut pria tukang rokok itu salah paham.
“Ah- Park Jisoo! Kami jadi akrab
karena kasus keracunan 5 tahun yang lalu”
“Kenapa arsen!?” Puncak kesabaran
Taehyung sudah sampai ubun – ubun, besar sekali keinginannya untuk segera mengetahui
alasan dibalik pernyataan palsu secara resmi itu.
“Tunggu- hey Gray sabar sedikit kau
membuatku bingung.”
“Bingung apa!? Sudah jelas kalian
membohongi masyarakat”
“Sifatmu juga sangat tergesa – gesa
rupanya, ingat Gray kau tidak punya wewenang mengatur – atur polisi” Kaki mulai
kram, Pak Han pun mencari tempat duduk terdekat, rambut berminyaknya tampak
rapi dengan sisiran ala – ala barat.
Pak Han kembali memusatkan perhatian pada hasil lab
itu.
“Benar ini Jisoo yang berikan?” Manik Pak Han dan
Jimin bertemu.
“Benar”
Dirogohnya handphone
lipat dari saku kemejanya.
“Hallo Jisoo, sudah lama tak bertemu”
“Pak Han, Ia
sudah lama sekali.”
“Aku mendapat laporan lab rumah sakit Hanguk, kau
yang membuatnya?
“Iya, adiku dan teman detektifnya minta tolong untuk menganalisa
kandungan zat dalam minuman yang mereka bawa, mereka tak bilang padaku asal
minuman itu”
“Oh, benarkah” Pak Han melirik
Jimin cukup lama.
“Anehnya, terdeteksi rantai – rantai molekul yang memiliki aktivitas
toksik tinggi, anda ingat kasus keracunan Daehan waktu itukan? Hasil analisanya
sama persis”
“Hasilnya benar risin?” Pak Han
terlihat bingung dibandingkan tadi.
“Iya risin, protein beracun
yang mematikan.”
Bip
bip- Tanpa sepengetahuan
Jisoo, Pak Han cepat - cepat mengakhiri panggilannya.
“Bagaimana? Sekarang anda percaya?”
Desak Taehyung,
Menjilat bibir, Pak Han yang mulai merasa
dipermalukan melempar kunci ke arah Taehyung “Panaskan mobil”
“Kita mau ke mana?”
“Tak usah banyak tanya” Pak Han
pergi ke ruangannya, mengambil beberapa laporan yang tersimpan rapi di laci
meja kemudian menyusul Taehyung dan Jimin.
Rumah sakit tempat mayat – mayat
korban keracunan itu diautopsi adalah tujuan mereka, ingin memastikan jika
hasil final terdapat kesalahan. Muncul kecurigaan bahwa bagian forensik telah
memanipulasi hasil autopsi.
Tak membutuhkan waktu lama, tibalah
mereka di rumah sakit berkelas internasional yang dibangun di pusat kota Seoul.
Dokter Kang spesialis forensik biasanya menangani hampir puluhan mayat tiap
minggu, Pak Han menyuruhnya untuk mengautopsi korban – korban keracunan itu,
ruang autopsi adalah tujuan utama mereka walaupun tak diperbolehkan masuk
mereka bersedia menunggu berjam – jam demi bertemu dr. Kang.
Setelah berjam – jam menunggu,
sosok feminim tiba – tiba keluar dari dalam ruangan bersama kedua asistennya,
wajahnya terlihat lelah dan sedikit berpeluh.
Pak Han juga dr. Kang bertegur
sapa, agak kaget melihat Pak Han yang datang ke rumah sakit biasanya jika hasil
autopsi keluar Pak Han hanya mengutus suruhannya atau mengirim hasil tersebut
lewat alamat surel.
“Lewat sini” dengan senyuman kecil,
dr. Kang memimpin jalan menuju ruangannya.
Ceklek- rapat – rapat Jimin mengunci pintu itu. Mereka
berempat duduk melingkari meja.
“Ada perlu apa kalian ke sini?
Bukannya kau sibuk Han-ssi” Wanita
30-an tahun itu mengikat asal rambut bergelombangnya, musim panas membuat
seluruh ruangan menjadi hangat.
“Benar, tadinya aku ingin liburan
namun karena kau dan laporan ini tiket pesawatku hangus begitu saja. Ini! Apa
maksud laporan ini!” langsung lurus ke inti masalah, tumpukan kertas itu
dibuang asal di atas meja.
dr. Kang mengangkat kedua alisnya,
kaki yang ia pangku dilepas.
“Kau mau aku apakan laporan ini?
“Jangan bertele – tele, cepat
jelaskan aku sudah tahu semuanya”
“Jelaskan soal apa? Apa yang kau
tahu?”
“Korban – korban tidak diracuni
dengan arsen!”
“Apa maksudmu, aku sendiri yang
mengautopsi mayat – mayat itu, untuk kasus Eunjoo apa kalian lupa? Kotak
makanannya juga mengandung arsen”
Mulut Taehyung sudah gatal untuk
berbicara.
“Ku dengar pelaku menuangkan satu
dosis besar asren pada makanan Eunjoo, jika benar Eunjoo masih bisa kita
selamatkan” Taehyung berani menatap lekat manik coklat dr. Kang
“Selamatkan apanya? Rupanya anak –
anak ini tidak tahu seberapa cepat arsen bekerja, hanya untuk pengetahuan
kalian saja, sangat cepat waktu arsen meresap dalam darah, shock pun bisa terjadi.”
“Memang semua racun golongan B
memiliki mekanisme kerja seperti itu” Sambung Jimin.
Taehyung mengangguk “Maksudku satu
dosis besar dengan media makanan tidak akan mampu membunuh Eunjoo. Pelaku –
pelaku keracunan di luar sana sangat lihai bermain dosis karena mereka tahu
kesempatan emas tidak akan datang dua kali.”
Di sela – sela perdebatan, Pak Han
yang dari tadi diam mulai membakar ujung rokok dan menghisap dalam – dalam
puntung keemasan itu, ia sadar bahwa dr. Kang tengah menatapnya sinis karena ruangan
itu sangat tertutup, dr. Kang sangat membenci asap rokok.
dr, Kang mulai tersudutkan,
perasaan gugup perlahan memberontak dalam rongga dadanya.
“Jika pelaku itu berniat membunuh
Eunjoo, ia akan menuangkan 3 atau 4 kali dosis besar ke dalam kotak makanannya
sebab begitu korban menelan arsenik dia akan muntah – muntah hingga sebagian
arsenik akan terbuang, jadi kalau hanya 1 dosis besar saja korban tidak akan
mati” Perkataan Taehyung membuat dr. Kang mati kutu.
“Hentikan omong kosongmu itu, kau
tak tahu kalau arsen racun mematikan?!” Berdiri dr. Kang dari tempat duduk,
suaranya naik turun dan nyaring.
“Tapi tak se-berbahaya risin”
Ungkap Taehyung, mendongakan kepala menatap lurus manik cemas dr. Kang.
Taehyung pun ikut berdiri menyadari
gerak – gerik dr. Kang yang mencurigakan.
“dr. Kang, anda pasti di suruh...
iyakan?”
---
Peristiwa – peristiwa yang tadinya random, seiring bergulirnya waktu mulai
tertata dengan rapi sesuai dengan tebakan brilian Taehyung. Kasus kematian
Eunjoo yang menimbulkan tanda tanya besar bagi Taehyung akhirnya terkuak, ternyata
jalur masuk racun bukan melalui mulut melainkan dari saluran pernapasan, hanya
sederhana, Choi Hanna selaku pembunuh menyumbat hidung Eunjoo dengan kain yang
telah diberi risin, pantas saja hidung Eunjoo mengeluarkan darah waktu itu,
racun itu ganas bukan main cukup dengan risin sebanyak ujung jarum saja dapat
merenggut nyawa seseorang.
Dalam mobil Taehyung menatap intens
Pak Han yang sedang mengemudi “Pak Han, aku khawatir jika kasus ini telah
kadaluarsa”
Pak Han diam, hanya alisnya yang
dibiarkan berkerut memandang jauh ke jalanan.
“Belum! Kita masih punya waktu”
Lima tahun yang lalu rumah sakit
Daehan bekerja sama dengan perusahan farmasi Saehan bersih keras ingin
mengambangkan obat baru untuk mengobati penyakit mematikan. Pihak farmasi mengecam
hebat pembuatan obat baru yang memerlukan waktu bertahun – tahun itu kerena bahan
utama obat itu ialah risin yang terkenal dengan racunnya yang mematikan namun
seiring dengan berjalannya waktu titik terang mulai bermunculan membuat harapan
akan keberhasilan bertambah besar. Berawal dari seorang profesor yang awalnya
hanya ingin membuat penelitian tentang aktivitas toksik risin, ia menemukan
imunotoksin yang sukses menghancurkan sel T berbahaya pada penderita Leukimia.
Laboratorium nyaris menjadi kediaman tetap profesor itu, penelitiannya
membuahkan hasil yang baik sel – sel jahat penyakit ganas nan mematikan dapat
di musnakan oleh rantai A molekul risin. Pencapaiannya sejauh ini membuat
profesor tua itu semakin percaya diri, ia ditemani oleh ke-lima asisten
setianya terus mengembangkan obat itu sampai hari percobaan obat yang telah
jadi untuk diberikan kepada pasien tiba. Akhirnya
hari ini tiba juga, trims sudah membantuku selama ini ucapnya untuk ke-lima
asistenya, terlampau senang profesor berjenggot putih tipis itu berlinang haru.
Obat itu diberikan kepada pasien tumor dan kerusakan sumsum tulang belakang,
saat itu pasien berjumlah sekitar 100 orang, keluarga pasien pun sangat senang
mendengar kabar tentang obat baru itu karena dikabarkan dapat menyembuhkan
secara total tanpa efek samping.
Obat kapsul hijau tua itu dibagikan
oleh perawat yang bertugas.
Sementara itu profesor mengambil
cuti beberapa bulan setelah proyek besarnya selesai.
Tak sampai 1 jam.
Bak sebuah senjata biologis,
bangsal – bangsal yang penuh pasien penyakit parah mengalami kejang – kejang,
satu per satu korban meninggal dunia. Tangisan, teriakan penuh histeris menjadi
latar peristiwa mencekam itu.
Ditambah, dari seratus orang tak
seorangpun berhasil diselamatkan.
Polisi seperti orang gila mencari
keberadaan profesor yang bertanggung jawab akan kejadian itu. Seluruh penjuru
Korea telah mereka selidiki, tak ada satupun kerabat maupun keluarga korban
yang mengetahui keberadaan profesor lulusan universitas
Wesleyan berlokasi di Middletown, Amerika Serikat itu.
---
Beberapa
hari kemudian
Deru suara sirine polisi memecah
keheningan malam kota Seoul yang nampak mendung, sekitar lima mobil polisi
saling melambung di jalanan bebas hambatan. Beberapa hari yang lalu Taehyung
mendapat pesan singkat misterius dari pengirim waktu itu. Gedung “K” Jalan no.17 Yeoju provinsi Gyonggi Lt. 11 Sebuah alamat
asing ia terima dari sang pengirim. Saat itu juga Taehyung memberitahukan Pak
Han untuk mengepung tempat itu karena iya yakin 99% bahwa pelaku yang
menghilang bertahun – tahun itu berada di sana.
-
Sementara itu, sebuah kota di sebelah tenggara Korea
Selatan.
“Ck,
rambut putihnya semakin banyak saja”
“Keluar
dari persembunyian yah”
“Okey,
saatnya beraksi”
-
Polisi berhamburan keluar dari
dalam mobil, setelah mendapat perintah dari Pak Han mereka langsung bubar dan
masuk ke dalam gedung tinggi itu satu persatu. Taehyung dan Jimin yang dikawal
oleh dua orang polisi masuk ke dalam lift
menuju lantai sebelas. Pintu baja itu perlahan terbuka, dua polisi itu siap
dengan posisi pertahanannya, pistol tipe Glock-17
mengeker tiap - tiap lorong kecil dan tempat gelap. Dengan langkah kecil mereka
mengecek semua ruangan di lantai tersebut namun kosong tak ada siapapun.
Trrt
trrt- Taehyung terlonjak
merasakan getaran di saku ketatnya.
Bodoh
bukan di situ, 10 meter lurus ke depan belok kanan
Siapa
yang dia panggil bodoh aish- berdecak
kesal Taehyung membaca pesan yang ia terima, secepat kilat ia menarik tangan
Jimin untuk mengikutinya, dengan langkah cepat kaki jenjangnya menyeret menuju
koridor remang nan panjang itu. Indra penciuman mereka dijajah oleh aroma
kloroform yang tiba- tiba menyeruak
entah dari mana. Dihadang oleh dua belokan, tanpa ragu Taehyung memutar kakinya
menuju belokan sebelah kanan.
Trrt-
hati
– hati mereka bergerombol
Taehyung mendesah panjang selepas
melirik smartphonenya, ia tersenyum
tipis membaca kalimat singkat itu namun ia tak dapat menyembunyikan
kegelisahannya, nafas Taehyung terdengar berat.
“You okay?” Jimin berbisik
“Yeah”
Di depan mereka terpampang pintu
ganda besar yang tertutup rapat, pintu itu dilengkapi sistem keamanaan yang
sangat ketat, dipasang sensor berteknologi tinggi dengan pola iris mata
manusia.
“Bagaimana cara kita masuk”
Taehyung mendekati pintu baja sewarna perak
metalik itu, mencoba mendobrak walau sia – sia, otaknya mulai buntu, ide – ide
brilian pun tak dapat diproduksi dalam kondisi tertekanan “Aku juga tak tahu”
hanya mendengus tipis.
Apalagi Jimin, dengan polosnya ia
mengarahkan iris hitamnya ke arah sensor tersebut, tertu saja tak terjadi apa –
apa.
Beberapa menit kemudian.
Tit tit tit- tiba - tiba suara
berisik berhasil membuyarkan kedua pemuda itu.
“Yak! Pintunya terbuka!!” Seruan heboh Jimin semakin membuat gaduh
suasana, tingkat kegugupan Taehyung pun naik beberapa persen.
“Pak Han, kita harus segera
menelpon Pak Han”
Berselimutkan kekhawatiran mereka
berdua memutuskan untuk masuk ke dalam duluan karena Hell yeah handphone Pak
Han tidak aktif. Otomatis pintu raksasa itu terbuka lambat, semakin menguar
aroma tidak sedap dari dalam sana membuat mereka ragu untuk melanjutkan
langkah.
Taehyung menatap Jimin sebagai
sinyal, kamu siaga di belakangku mulutnya
berucap tanpa suara, sambil menggigit bibir Jimin hanya mengangguk kecil.
Dengan langkah kecil yang fokus,
Taehyung dan Jimin masuk ke dalam ruangan besar itu. Gelap, secercah sinar tak
mampu menerobos ruangan itu, debu tipis melayang – layang membuat penglihatan
mereka berkurang beberapa meter.
Langkah Taehyung terhenti begitu
juga Jimin, menyembunyikan tubuh rapat – rapat di celah sempit rak – rak besar
berisi buku. Kepala Taehyung menyembul sedikit menangkap seorang pria dengan
setelan serba hitam berdiri tegap di tepi ruangan dengan wajah garang. Ia
tampak sedang mengawal sesuatu.
“Park Jimin kau pandai berkelahi?”
“Apa kau gila? Kau sama saja
menyuruhku bunuh diri!”
“Aish- Kenapa Pak Han belum datang juga” Taehyung menggigit bibirnya
cemas.
“Tae, kurasa Pak Han tidak tahu
tempat ini. Aku harus memanggil mereka, kau tunggu di sini. Ingat jangan
berbuat yang tidak tidak.”
20 menit berlalu, Taehyung masih
berada pada posisi sebelumnya menunggu dalam kecemasan membuatnya sangat
tersiksa.
Trrt
trrt- seseorang
memasuki main room
Nafas Taehyung memburu selepas
membaca pesan yang baru ia terima. Lensa kelabunya bergerak cepat mencari
tempat persembunyian baru yang aman.
Umpatan telak lolos begitu saja
dari bibirnya ketika pintu baja itu kembali terbuka, samar – samar postur tubuh
kekar mulai nampak di balik kegelapan, mengambil beberapa langkah Taehyung
untuk sampai ke rak yang lebih besar agar seluruh tubuhnya tak terekspos.
Hening, derap kaki tiba – tiba
hilang, malahan suara nafasnya sendiri kini begitu jelas tertangkap oleh pendengarannya.
“Dasar ceroboh, perlu ku ajarkan
cara bersembunyi yang benar?” Suara bariton tiba – tiba menantul di udara.
Mata belalak Taehyung sudah selebar
bola, Ia juga sudah pasrah jika tertangkap basah oleh pengawal – pengawal itu.
Jika sudah seperti ini, jalan terakhir adalah satu lawan satu.
“Yak bocah, cepat keluar!”
Ragu – ragu Taehyung berjalan
keluar, kepercayaan dirinya turun drastis melihat betapa besar dan kekar badan
pengawal itu, tanpa berkelahi pun ia sudah merasa kalah.
“Sepertinya orang yang kalian kawal
begitu penting” Taehyung berucap angkuh, bermodal keberanian yang tinggal
sedikit Taehyung melangkah keluar dari celah sempit itu.
Pengawal berkulit cokelat itu
melengkungkan bibirnya tersenyum hambar melihat tingkah Taehyung “Ck, itu bukan
urusanmu. Apa yang kau lakukan di sini bocah?”
“Apa lagi selain menangkap kalian
keparat!!”
Bak pahlawan super flash, Taehyung berlari dengan langkah
lebar dan menendang rusuk pria itu dengan punggung kakinya. Berhasil, pria itu
tak berkutik selama tiga detik. Tak menyia – nyiakan kesempatan, pukulan ganas
pun siap Taehyung lancarkan tepat mengenai rahang bawah dan tulang hidung pria
itu.
“Kami semua sudah tahu perbuatan
biadab kalian. Polisi akan segera tiba untuk itu menyerahlah” Hanya dengan
beberapa pukulan kecil tenaga Taehyung hampir terkuras habis, namun ia masih
dapat tersenyum bangga melihat karyanya di wajah sangar pria itu, bercak
kebiruan hingga sobekan kulit terukir gagah.
“Hay nak, kau pikir kau siapa ingin
meringkus kami? Lebih baik kau pulang dan minum susu hangat” Menyeka kasar
lubang hidungnya yang penuh darah pekat.
“Profesor Yoon, dia di dalam
ruangan itu kan?” Taehyung mendesis
Mengabaikan perkataan Taehyung,
pengawal itu mulai membuat gerak – gerik yang mencurigakan. Pistol hitam
disematkan di tangan kanannya, tanpa ragu ia mengokang penutup geser tersebut
dan membidik senjata api itu ke dahi Taehyung.
“Kau tidak pantas menyebut Profesor
Yoon dengan kata ‘dia’ ” Pengawal itu maju langkah demi langkah, sedikit puas
karena targetnya berada semakin dekat dengannya.
“Hhah~ sebenarnya aku ingin sekali
membunuhmu sekarang juga tapi apa boleh buat Profesor memintaku untuk membawa
seseorang bernama Gray padanya hidup – hidup. Tanpa bertanya pun aku sudah tahu
kau adalah Gray, iyakan?” Glock
tersebut berhasil menyandar di dahi Taehyung, memejamkan mata kuat – kuat
merasakan irama jantungnya yang berdegup tak normal.
Pengawal itu memutar tangan
Taehyung dan menguncinya di belakang, menarik rambut Taehyung hingga kepalanya
mendongak “Ikut aku” bisisknya membawa Taehyung masuk ke salah satu ruangan di
tempat itu.
Taehyung hanya pasrah mengikuti
seretan langkah kaki pengawal itu, ruangan sempit serba putih dengan
pencahayaan yang teramat silau membuat matanya terpaksa menyipit. Lemari – lemari kaca yang di dalamnya
terdapat botol reagent menjadikan
ruangan itu semakin sesak. Rupanya disini sumber kloroform itu berasal. Di
sudut ruangan tengah berdiri sosok berpunggung bungkuk yang setia dengan jas
putih kebanggaannya. Kakek tua itu tersenyum dingin khas psikopat.
“Hai Gray lama tak jumpa”
“Ku dengar kau detektif ‘swasta’
terhebat se korea, benar begitu?” Sempat melirik Taehyung sebentar kemudian
kembali sibuk dengan tumpukan berkas di tangannya.
“Memangnya kau mengenalku?”
Taehyung membalasnya sarkastis
Seketika aktivitas profesor itu
terhenti, ia berjalan mendekat ke arah Taehyung dan menatap lama manik kelabu
Taehyung.
“Tentu saja, malahan aku sangat
mengenalmu” Profesor itu masih setia menatap manik Taehyung.
“Menyerahlah! kalian sudah
terkepung!” Taehyung merasakan rambutnya semakin tertarik ke belakang, ia
sedikit meringis.
“Kau tidak punya rasa terima kasih
sedikitpun rupanya bahkan orang tuamu rela berkorban”
Taehyung mengernyit, menatap tajam
mata keriput profesor Yoon “Apa maksudmu?”
“Ups, apa aku keceplosan?”
“Jangan main – main denganku
keparat! Cepat jelaskan apa maksud- akh!!” Satu pukulan tepat mengenai perut
Taehyung, rasa sakit membuatnya berlutut sambil mencengkram erat perutnya.
Tanpa jeda sedikitpun, pengawal itu memaksa Taehyung untuk kembali berdiri
menghadap profesor Yoon.
“Baiklah, toh cepat atau lambat kau
pasti akan mengetahuinya”
“Orang tuamu, menurutmu mereka
menghilang begitu saja?”
Tatapan tajam tak pernah berhenti
terarah pada kakek tua di depannya bahkan kini giginya mulai menggertak.
“Ouh, santai sedikit Gray.
Tatapanmu sangat mengintimidasiku nanti juga kau akan berterimakasih padaku”
“Cepat katakan! Tak usah bertele –
tele”
“Beberapa tahun yang lalu mereka berdua
datang padaku memohon untuk mengobatimu, ibumu sampai berlutut dan menangis”
“Dulu hidupmu sangat tersiksa, anak
remaja lain menghabiskan masa remaja dengan nonton bioskop, menonton
pertunjukan, atau pergi ke pantai. Tapi kau? Kau buta, rumah sakit tak mampu
mengoprasi matamu pendonor pun tak ada. Saat itu kau mulai stress, tak dapat
menerima kenyataan dan mulai menyakiti dirimu sendiri.”
“Dan ajaibnya, aku menyembuhkanmu
dengan obat hasil ciptaanku sendiri. Kau adalah orang pertama yang memakai obat
tersebut. Aku baru tahu jika efek sampingnya membuat pupil berubah warna.”
Butir air mata menggantung di
pelupuk yang telah berat oleh bendungan asin “Ibu dan ayahku mereka di mana?”
Mata Taehyung memerah, bendungan itu lolos melalui ekor matanya.
“Kau tidak berterimakasih? Aku
sudah menyelamatkan hidupmu”
“Mereka di mana brengs*k?!”
Berteriak memberontak sampai air liurnya mengalir dari sudut bibir. Pipi tirus
Taehyung sudah basah dengan keringat bercampur air mata yang begitu deras
mengalir.
“Mereka telah kujadikan obyek percobaan
untuk obatku selanjutnya” Profesor itu berucap enteng dengan bahu diangkat.
“Kau sudah tak waras!! Lepaskan
mereka!!” Warna pink pucat
mendominasi wajah Taehyung. Pengawal di belakangnya kembali memukul perutnya
dengan keras. Dapat ia rasakan darah sudah naik sampai tenggorokannya. Leher
Taehyung dicekik agar tak dapat berbicara.
“Ck, gampang sekali kau bicara.
Orang tuamu tak memberikanku sepeserpun waktu kau diobati jadi ku tahan mereka
sebagai gantinya.”
Taehyung hampir hilang kendali,
emosi sedih dan marah saling bertempur dalam otaknya.
“Me- mereka baik – baik sajakan?”
Ucapnya sedikit tersendat, menatap profesor Yoon dengan tatapan memelas.
“Kau beruntung karena aku tidak
memberikan obat buatanku lima tahun yang lalu pada mereka, itu obat gagal yang
mengharuskanku menunda proyek untuk beberapa tahun ke depan.” Lagi – lagi
senyuman tipis tak pernah ia lepas.
“Kau menundanya karena sibuk bersembunyikan!”
Suara Taehyung terdengar serak.
“Bukan bersembunyi tapi liburan”
Suara tawa profesor Yoon menggema di ruangan tegang itu.
“Kenapa kau melakukannya!! Kenapa
kau membunuh korban yang tak bersalah!” Tujuan ia datang ke tempat ini sejenak
Taehyung lupakan karena penjelasan akan orang tuanya namun Taehyung mulai
menata kembali otaknya yang tadi berkabut kebencian.
“Korban yang mana?”
Taehyung tersenyum skeptis,
mulutnya terasa kaku untuk digerakan.
“Ahh~ karena terlalu banyak korban
yang kau bunuh jadi kau lupa” Kalimat ejekan Taehyung tak membuat profesor Yoon
sadar akan perbuatannya, malahan hanya membuat tawanya semakin menjadi.
“Kau pasti sudah mendengar kabar
dari pengawalmu soal keracunan risin di Korea baru – baru ini”
“Ck, aku yang menyuruh orang –
orang untuk meracuni mereka. Kenapa? Mereka juga pantas mati!” Ekspresi
profesor Yoon berubah drastis.
“Kau benar – benar sudah tak waras
profesor Yoon”
“Siapa kau sampai mengatakanku tak
waras? Aku tidak waras. Aku hanya bersikap manusiawi.”
“Terus kenapa kau meracuni mereka
semua?”
“Balas dendam! Semua asistenku
berhianat, mengaku tidak mengenalku dan tidak tersangkut dengan pembuatan obat
saat diwawancara lima tahun yang lalu. Bahkan ada yang memberitahukan tempat
tinggalku di luar negeri agar aku cepat di tangkap. Sekarang mereka hidup
nyaman dengan hidup yang baru. Tak perlu takut dengan suara sirine polisi yang
lewat depan rumah atau orang asing yang tiba - tiba mengetuk pintu depan rumah.”
Taehyung menggeleng – gelengkan
kepalanya, ia tercengang dengan mulut menganga “Tapi kau tidak harus membunuh
mereka!!”
“Tentu saja aku tidak membunuh
mereka! Perasaan yang aku alami tidak akan mereka rasakan jika mereka
meninggal, untuk itu aku membunuh keluarga mereka” Mata Profesor Yoon melebar
dengan sunggingan mengembang.
“Ah~ kode – kode itu kau
menerimanya? Itu ku buat sengaja untuk menguji kemampuanmu siapa tahu kita bisa
bekerja sama di masa depan. Hm?”
“Dasar keparat!! Kau tidak dapat
lari kemana – mana lagi, polisi sudah mengepung tempat ini!”
“Begitukah? Kalau begitu silahkan
tangkap aku jika kalian bisa”
Akh-
Pengawal itu kembali melancarkan
aksinya. Dihujani pukulan ganas bertubi – tubi membuat Taehyung terkapar,
bibirnya sobek mengeluarkan darah. Matanya mengabur, namun dapat ia melihat
dengan jelas sosok berpakaian putih sedang dituntun oleh dua pengawalnya dan
diikuti oleh gerombolan pengawal yang lain.
Derap langkah kaki terdengar semakin
jelas. Posisi Taehyung masih terlentang mencoba menstabilkan deru nafasnya.
“Taehyung-ah!” Jimin buru - buru
berlari ke arah Taehyung, menidurkan kepala Taehyung di pahanya.
“Profesor Yoon” Dengan sisa tenaga
yang ada, tangan Taehyung terangkat menunjuk pintu darurat.
“Ku- kurasa ia akan kabur dengan
helikopter” mencengkram kuat perutnya.
“Yak! Kau jaga dia dan telepon 119” Ucap Pak Han pada Jimin.
---
Pak Han serta anak buahnya menyusul
profesor Yoon yang hendak melarikan diri. Kini Pak Han tak segan untuk menembak bahkan targetnya adalah
profesor Yoon sendiri.
“Jangan bergerak!!” Pak Han
berteriak lantang.
Suara gemuruh baling - baling
helikopter meribut, rambut berterbangan karena terpaan angin yang begitu
dahsyat. Helikopter copper bercorak
rumit mendarat perlahan di helipad.
Profesor Yoon beserta pengawalnya menoleh ke asal suara tersebut, masing -
masing polisi tengah mengeker dengan senjata api mereka. Para pengawal pun
segera membentuk posisi pertahanan.
“Jangan bergerak atau kutembak” Pak
Han mengeker bahu kanan profesor Yoon. Tentu saja ia tak berniat menembak
profesor Yoon sampai mati.
Semua pengawal Profesor Yoon juga
mengeluarkan senjata mereka. Saling mengeker dan berhadapan satu sama lain.
“Kepala tim, bagaimana ini?” Salah
seorang polisi bertanya tanpa suara.
“Aku akan menembak. Jumlah kita
sedikit dibanding mereka untuk itu fokus saja pada profesor Yoon mereka tidak
akan berkutik jika prof. Yoon kita ancam” polisi itu mengangguk paham
“Oi, apa yang kalian diskusikan?”
Duar
– eugh! satu tembakan
diluncurkan tepat sasaran mengenai lengan kanan profesor Yoon. Pak Han menunggu
waktu yang tepat untuk menembak karena kasempatan tak datang dua kali. Profesor
Yoon meringis, pengawal – pengawal tersebut panik, perhatian mereka tertuju
pada profesor Yoon. Tanpa aba – aba, Pak Han dan pasukannya segera melingkari
profesor Yoon beserta pengawalnya. Mereka tak dapat berbuat apa – apa sekarang.
“Menyerahlah!” Pak Han menyungging
tipis. Glock hitamnya tepat diarahkan
ke kepala profesor Yoon.
“Kalian pikir kami tak berani
menembak!!” Seru kepala pengawal profesor Yoon.
“Jangan coba – coba! Kau ingin dua peluru
bersarang di lengan prof. Yoon?”
“Ayolah!! Cepat serahkan diri
kalian! Kalian tak ingin prof. Yoon mati kehabisan darah kan!?”
Duar!
– Satu lagi tembakan
telak mengarah ke lengan profesor Yoon. Kali ini lengan sebelah kiri. Profesor
Yoon roboh, jas putih bersih itu kini penuh akan bercak merah. Cepat – cepat
pengawal – pengawalnya mengangkat badan profesor Yoon yang tengah pingsan.
“Jangan sampai tembakan ketiga saya
luncurkan karena target selanjutnya adalah kepala” Pak Han semakin mempersempit
jarak dengan pengawal Profesor Yoon.
“Jatuhkan senjata kalian!”
Satu per satu pengawal – pengawal
pun itu mulai meletakan senjata mereka.
“Angkat tangan!”
Mereka patuh, melihat kondisi
profesor Yoon yang semakin kritis.
Gemericik hujan merintih nyaring
membubarkan pertarungan kecil antara insan yang saling berperang. Hembusan malu
nafas bumi mengiringi Pak Han beserta anak buahnya ke rumah sakit sebelum kembali
ke markas mereka dengan bahu ringan.
---
“Gray, bagaimana kondisimu?”
“Sudah agak baikan”
Keesokan harinya Pak Han
mengunjungi Taehyung yang sedang dirawat di rumah sakit yang sama dengan
profesor Yoon. Sebuah kresek putih diletakan di atas meja kecil samping ranjang
membuat Taehyung melirik canggung.
“Apa itu?”
“Hanya buah jeruk, ku beli di kios
dekat sini”
“Ada apa denganmu, tak biasanya kau
begini”
“Memangnya aku tidak bisa bersikap
manis?”
Taehyung hanya tersenyum simpul
kemudian duduk di pinggiran ranjang. Baju rumah sakit yang kebesaran membuatnya
leluasa untuk bergerak.
“Jimin di mana?” Mulai mengupas
kecil - kecil kulit jeruk.
“Dia ada keperluan di kampus,
katanya malam ini ia akan tidur di rumah sakit menemanimu.”
“Gray aku tidak bisa lama – lama
disini, kau tahu sendirikan kamar pelaku harus dijaga selama 24 jam” Pak Han
menunjukan wajah lelahnya.
“Baiklah”
“Oh iya” Langkah lebar Pak Han
terhenti, melepas knop pintu yang ia genggam dan kembali menghadap Taehyung
yang sedang menikmati jeruk pemberiannya.
“Kata profesor Yoon, orang tuamu
sekarang berada di Amerika dan mereka baik – baik saja”
---
Busan, Korea Selatan
Taehyung-ah!
Semua baik – baik sajakan? Kenapa kau tidak berterimakasih padaku padahal hari
itu aku sangat membantu~ Sistem keamanan mereka berhasil ku retas dengan
sempurna, aku kerenkan? Kkkkkk. Aku yakin kau sudah melupakanku karena sudah
lama sejak kita terakhir bertemu karena aku harus mengikuti ayahku ke luar
negeri dan tebak sekarang aku di Korea! Okey aku akan menuliskan nama agar kau
mengingatku, ku yakin kau pasti terharu setelah mengetahui namaku.
-Jeon
Jungkook
Pesan terkirim.
THE END
Label: About My Bias ♥♥, BTS, FanFiction
|
Hey!!!
Walkie Talkie
My Status
My Story D' Credits
|
Posting Komentar