FF BTS - Bangtan Boys / The Seventh Case / Part 6
Selasa, 17 Januari 2017 • 09.05 • 0 comments
Keesokan harinya seperti biasa Jimin dan
teman-temannya berencana untuk memecahkan kasus mereka. Jimin mengumpulkan
mereka semua di restoran miliknya untuk mengatur strategi. Beberapa orang
segera datang ketika Jimin mengirimkan pesan grup lewat kakaotalknya.
Namun anggota yang lain membutuhkan waktu berjam-jam untuk datang.
“1, 2, 3, 4...” Jimin menghitung anggota
kelompoknya yang telah tiba.
“Baru 8 orang, 2-nya siapa?”
“Jungkook dan Suga!” Pekik Joontae polos.
“Ah, benar! Kenapa akhir-akhir ini aku jarang
melihat Suga..” Jimin mengusap dagunya.
“Aku akan menelponya” Sambung Taehyung segera
merogoh smartphonenya, tak ingin masalah baru datang.
“Okey, kita mulai saja”
#SKIP
Merekapun sampai di rumah tersebut, hanya beberapa
anggota saja, yang lain pergi mengecek CCTV yang ada di sekitar area itu. Jimin
mengubah cara berpikirnya, jika kasus ini berhubungan dengan Han Il pasti
pelakunya memakai cara yang tak biasa untuk membunuh korban. Jimin bersama
Heoseok masuk kembali ke kamar tersebut. Masih sama, barang-barangnya tak ada yang
berubah.
“Jimin-ah apa rencana mu?”
“Hmm, tak ada rencana teruslah mencari seperti
biasa”
“Apa kau bercanda, kita sudah menggeleda tempat ini
berkali-kali”
“Hyung, diamlah! Aku sedang berpikir”
“Jimin-ah..” Tiba-tiba Heoseok berjalan mendekati
Jimin.
“Apa mungkin...” Heoseok menggantungkan kalimatnya,
melirik kecil ke arah Jimin yang menunggu kalimat lanjutan Heoseok.
“Bunuh diri?” Heoseok berbisik tepat di telinga
Jimin dengan suara yang hampir tak terdengar.
“Tidak mungkin. Hyung!! Berpikirlah logis” Seru
Jimin menolak mentah-mentah pernyataan Heoseok.
“Aish! Terserah katamu saja”
“Ingat waktu kita tersisa 3 hari lagi” Tambah
Heoseok.
Jimin pun mulai mengamati kamar tersebut, namun
kini cara berpikirnya lebih rumit. Ia berdiri di mulut pintu mengedarkan kepalanya
dan menyentuh mulut pintu tersebut. Apa yang akan aku lakukan jika aku
menjadi pembunuh itu? Jimin mulai berbicara dengan dirinya sendiri. Jimin
melangkah masuk ke kamar tersebut di penuhi dugaan yang tingkat kebenarannya di
bawah setengah. Ruangan ini bersih sekali. Jimin menutup pintu
tersebut. Ia berjalan menuju lemari yang berada di samping dinding. Lemari itu
di letakan sangat berdempetan dengan dinding karena ruangan yang lumayan
sempit. Yang akan aku lakukan jika aku menjadi pembunuh itu adalah, Jimin
membuka lemari itu dan menutupnya, buka dan ia menutupnya lagi. Untuk beberapa
saat Jimin melakukan hal itu berulang-ulang.
Trrtt trrrt Jimin
merogoh iPhonenya yang bergetar. Jimin mengerutkan keningnya, tak biasanya
seseorang menelpon pada saat seperti ini. Agak kesulitan karena saku jeansnya
yang terlalu ketat.
“Jimin-ah!!!” Dengan nafas yang memburu,
Heoseok mendobrak pintu yang Jimin tutup. Wajahnya pucat, bibirnya kaku tak
dapat bicara.
“Ya Hallo” Pada waktu yang bersamaan Jimin
mengangkat iPhonenya.
“.....” Suara dari seberangpun terdengar, suara
setengah berteriak yang bergetar hebat dan Jimin mengenal suara tersebut.
“A-a-apa!?”
Benda tipis itu terlepas dari genggaman Jimin,
seakan tak lagi memiliki kekuatan Jimin hampir roboh, ia tak dapat menjaga
keseimbangannya sampai Heoseok berhasil menopang badan Jimin.
“Kau tidak apa-apa?” Heoseok mendudukan Jimin di
tepi tempat tidur.
“Tidak! Itu tidak benar kan hyung!! Itu tidak benar
kan??!!” Jimin berteriak histeris.
“Tenangkan dirimu Park Jimin!”
“Bagaimana aku harus tenang??! Aku harus ke rumah
sakit sekarang!!” Jimin beranjak dari tempat itu, ia berjalan terhuyung,
menabrak setiap benda di sekitarnya. Heoseok jelas melihat bahwa tubuh Jimin
bergetar sangat hebat.
Heoseok menahan tangan Jimin. Tangannya sedingin es
dan basah. Heoseok menarik Jimin dalam pelukannya, memeluknya sangat erat
hingga Heoseok dapat merasakan Jantung Jimin yang berpacu dua kali lipat dari
biasanya. Suara tangisan pun terdengar samar-samar.
“Mereka sudah meninggal Jimin-ah” Heoseok menggigit
bibir bawahnya berusaha agar suara tangisannya tak lolos.
“Padahal mereka- menga-jakku juga untuk ikut
ber-sama mereka” Ucap Jimin susah payah
***
#Breaking News
Sebuah mobil masuk jurang setelah mengalami
kerusakan rem di daerah **** Menurut saksi mata mobil tersebut melaju dengan
kecepatan yang sangat tinggi dan kemudian menabrak pembatas jalan. Korban yang
adalah pasangan suami istri ini berencana akan berkemah untuk memperingati hari
ulang tahun mereka pada tanggal yang sama yaitu 27 kemarin.
Bulir demi bulir air mata terus jatuh membasahi
pipi Jimin, masih terngiang di telinga Jimin kabar buruk dari bibinya, sejak
pagi tadi Jimin tak pernah beranjak dari sofa dalam kamarnya, lampu dibiarkan
padam. Semua siaran tv dipenuhi oleh berita kematian orang tuanya. Di luar
rumah pun banyak wartawan yang rela antri untuk mendapat informasi.
Jimin mengambil sebuah kotak yang diserahkan polisi
padanya kemarin, itu adalah barang-barang orang tuanya yang ada di mobil. Bibir
tipisnya melengkung membentuk senyuman kecil, Jimin mengambil tas kecil milik
ibunya dan membuka tas tersebut. Ada alat make-up, smartphone, dan beberapa
permen buah di dalam. Tiba-tiba Jimin mendapat sesuatu, selembar kertas
berwarna softpink.
“Our birthday list^^” Mata Jimin mulai terasa
panas, air bening perlahan menggenangi kelopak matanya. Ia mulai membaca daftar
hal yang ingin kedua orang tuanya lakukan saat ulang tahun.
“Aissh, kenapa daftarnya begitu banyak?” Jimin
hanya dapat tertawa pahit membaca daftar tersebut.
“Bernyanyi bersama saat api unggun” Jimin membaca
baris ke lima daftar tersebut.
“Ck, bernyanyi apanya suara ayah pun tak enak
didengar.” Jimin menggigit bibir bawahnya, air mata itu jatuh untuk kesekian
kali.
“Daftar ke 10, Barbeque bertiga” Untuk pertama
kalinya, Jimin sangat merasa menyesal. Ia meremas kasar jantungnya dalam
pikirannya terlintas seseorang, apa ini yang Jungkook rasakan?
Jimin membalik selembar kertas yang berisi daftar
tersebut untuk membaca daftar selanjutnya, namun Jimin tak mendapat list apapun
tapi sebuah angka tujuh yang terlihat sangat tak asing baginya.
“I-ini!!” Jimin menautkan kedua alisnya, angka yang
ia lihat itu membawanya ke sebuah prasangka buruk.
“Bentuk dan warnanya sama”
Jimin pun membongkar isi kotak tersebut, ia mencari
dompet ayahnya dan benar saja foto Jimin dan keluarganya menjadi pudar dan
tertulis angka tujuh di sana.
“Dasar keparat!!!!”
*******
The Seventh Case (The 7th case) *******
“Taehyung-ah berapa banyak waktu yang
tersisa?”
Heoseok mengumpulkan anggota kelmpoknya di sebuah
cafe dekat tempat kejadian perkara. Belakangan ini Heoseok mengambil ahli
keompoknya karena sudah dua hari Jimin tak pernah menunjukan batang hidungnya.
Semua anggota kelompok mulai frustasi karena waktu yang tersisa tidak banyak
lagi dan belum ada perubahan sama sekali.
“Kita masih punya waktu 1 hari 3 jam 45me-“
“Cukup!” Potong Heoseok.
“Apa kalian punya rencana?”
“Rencana apa lagi? Kita semua sudah gagal!” Tukas
Namjoon.
Heoseok menarik nafas panjang “Tidak, jangan
menyerah dulu kita masih punya satu hari”
“Lebih tepatnya beberapa jam saja” Sambung Jin.
“Aishh, intinya besok waktu yang diberikan berakhir
dan kita harus memaparkan hasil kita” Tambah BigL setelah melahap habis pizza
yang ia pesan.
“Teman-teman!” Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam
cafe itu, rupanya ia berlari dari rumahnya, nafasnya tersengal-sengal. Di
tangannya terdapat dua lembar kertas yang telah kusut tak berbentuk.
“Park Jimin!” Seru mereka semua yang kaget dengan
kedatangan Jimin.
“Orang tuaku hoshh aku hoshh”
“Ya! Ya! Atur dulu nafasmu” Ucap Taehyung prihatin.
“ Aku menemukan ini di tas ibuku” Jimin meletakan
kedua kertas itu di atas meja. Semua yang melihat kertas itu saling
berhadapan, bingung dengan apa yang mereka lihat.
“I-itukan”
“Kenapa angka itu bisa ada pada orang tuamu?” Tanya
Heoseok.
“Aku juga tidak tahu” Balas Jimin
“Ya! Aku tidak peduli dengan angka itu, yang paling
penting sekarang adalah kasus kita! Tugas kita!” BigL yang masih sibuk makan
akhirnya angkat bicara.
“Ah! Benar, sebenarnya aku sudah memecahkan kasus
itu!!” Papar Jimin
“A-APA!” Seru mereka. Semua mata tertuju pada Jimin
tak terkecuali Jungkook, ujung matanya menangkap sosok Jimin yang pada saat
yang sama juga menatapnya. Mata yang seolah berkata percayalah padaku.
***
Cakrawala masih menunjukan cahayanya, namun semua
anggota kelompok sudah berada di rumahnya masing - masing berkat Jimin, berbeda
Jungkook yang sedang berjalan menuju rumahnya, pekerjaan partt imenya tertunda
karena mengingat keluarga Jimin yang masih berduka. Sepanjang perjalanan
Jungkook tak henti-hentinya memikirkan perkataan Jimin sebenarnya aku sudah
memecahkan kasus itu, kata itu terus terngiang sampai kepala Jungkook
pusing. Di sisi lain ia ingin sekali menangkap pelaku yang membunuh ibunya
namun di sisi lain, ia tak sanggup untuk memikirkan hal yang bersangkutan
dengan kematian ibunya. Jungkook menarik nafas panjang, berusaha membersihkan
memorinya akan kejadian buruk kala itu.
“Jungkook-ah!” Kepala Jungkook menoleh cepat, ia
sangat mengenal suara tersebut.
“Ya!, Jimin-ah ada perlu apa kau kemari?”
Wajah Jimin terlhat serius dan tegang, netranya
memandang fokus menggambarkan banyak hal yang harus ia sampaikan. Mereka berdua
pun masuk ke dalam rumah Jungkook, duduk di sofa berdebu dengan posisi canggung
saling menatap satu sama lain. Jungkook menyediakan teh hijau hangat sebagai
pendamping untuk percakapan mereka. Untuk mengusir rasa canggungnya Jimin
mengambil teh hijau di depannya perlahan sambil sedikit berdehem. Jimin
meminumnya dan beberapa kali menggosok tangannya pada gelas teh tersebut.
Desahan legahpun terdengar ketika teh hangat itu masuk ke kerongkongan Jimin.
“Ada hal penting yang ingin aku beritahukan padamu”
Ucap Jimin membuat suasana kembali tegang.
“Apa itu? Sepertinya sangat penting” Mata Jungkook
tak berkedip menunggu kalimat selanjutnya yang akan Jimin lontarkan.
“Ini tentang orang tua kita. Kau tahu sendiri
kematian mereka sangat tidak wajar. Semuanya berawal saat kita masuk sekolah
Han Il, saat kau mendapat pesan kematian itu, dan secara kebetulan kita berdua
beakhir dalam satu tim dan harus memecahkan kasus ibumu dan kenapa pula polisi
harus menutup kasus tersebut, apa kau pikir semua ini terjadi begitu saja?”
“Jimin-ah aku tahu apa maksudmu, dan aku tahu hal
penting yang ingin kau sampaikan padaku” Jimin memicingkan matanya sembari
menautkan kedua alis tipisnya.
“Ba-bagaimana bisa?”
“Sebenarnya Park Hansle yang membunuh ayahku”
Jungkook menahan nafasnya mengepalkan tangannya kuat-kuat ketika mengingat
kejadian beberapa tahun yang lalu, ia tak berani menatap Jimin, hanya memilih
untuk menunduk, bersalah karena telah menyimpan rahasia besar pada
teman-temannya.
“Aku tahu itu!!” Tukas Jimin cepat. Jungkook
langsung mendongakan kepalanya, mengunci tatapannya dengan Jimin.
“Waw, tapi Jeon Jungkook kau benar-benar orang yang
misterius, bagaimana bisa kau menyembunyikan hal tersebut, buatku merinding
saja” Jimin berusaha tertawa kecil, mencairkan suasana.
“Em aku hanya em tak ingin kalian memperlakukanku
spesial”
“Eih, itu tak mungkin!”
“Ngomong-ngomong , kau yakin sudah memecahkan kasus
orang tuaku?”
“Eung, aigooo ternyata kasus itu tak begitu sulit.
Hanya ada beberapa hal yang mengecoh kita” Jimin menaikan nada suaranya,
sedikit terdengar berteriak.
“Jungkook-ah ada satu hal lagi yang ingin aku
sampaikan padamu” Tangan Jimin meremas kecil bahu Jungkook.
“Kali ini aku memohon” Suara Jimin hampir tak
terdengar.
“Kali ini kenapa lagi?!”
“Besok kau jangan datang ke sekolah Han Il”
“Kenapa!?” Jungkook menatap Jimin sinis.
“Aku tidak ingin kau terluka lagi! Kematian ibumu
sudah cukup membuatmu terluka! Kalau besok kau datang mungkin luka yang mulai
sembuh itu akan menjadi luka baru, jadi aku mohon kau tidak perlu datang ke
sekolah besok”
“Park Jimin kau sangat menyebalkan, memangnya
apa yang akan terjadi jika aku tak datang besok? Apa semuanya akan berubah?
Ibuku akan hidup kembali?”
“Tidak, bukan begitu maksudku. Aku harap kau tidak
merasakan lagi rasa sakit itu karena aku sudah tahu betul bagaimana rasanya”
“...”
D-DAY
Hari itu pun tiba, hari dimana semua kelompok
memaparkan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Terdapat panggung besar
dengan layar besar di sana, terbentang layar lebar dengan sinar LCD yang
mengarah ke layar di tengah panggung, semuanya tertata dengan rapi. Pengurus
sekolah pun tengah duduk berjejer menantikan hasil dari setiap kelompok.
Yang pertama kelompok lima dengan ketua Park Jimin
“Game start” ucap Jimin pelan
Dengan percaya diri Jimin bangkit dari tempat
duduknya dan merjalan ke arah panggung diikuti dengan anggota kelompoknyanya,
menaiki beberapa anak tangga dan tibalah mereka di atas panggung besar nan
mewah.
“Tunggu! Mana Suga hyung?” Tanya Jimin yang baru
saja mengecek seluruh anggotanya.
“Jimin-ah, Suga hyung bilang ada acara penting yang
harus ia hadiri” Ucap Taehyung
"Aish, dasar Suga hyung!"
Pertama-tama mereka semua memberi hormat kepada
pengurus sekolah yang akan menjadi juri yang duduk tepat di depan mereka. Mata
Jimin terpaku pada satu juri paling ujung yang tengah duduk tenang sembari
berpangku kaki, ada yang mengganjal dengan juri itu bentuk wajah yang familiar
tapi terlihat sangat berbeda. Topengnya dilepas, seluruh wajahnya terekspos tak
lupa dasi kupu-kupu membuatnya terkesan rapi.
“Baiklah pertama-tama saya mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah memberikan misi ini pada kami” Jimin menegaskan
kata pihak pada kalimatnya sambil menatap juri paling ujung itu.
“Misi ini sangat berharga bagi teman saya, hari ini
dia tidak bisa hadir karena ada keperluan mendadak dan itu sangat penting,
teman saya telah bekerja keras walaupun perasaannya saat itu sangat kacau” Juri
yang Jimin curigai itu beberapa kali mengedipkan matanya membuat Jimin
mengeluarkan smirk khasnya.
“Untuk itu saya harap hari ini juga kami dapat
mengungkapkan misi ini.”
Jimin menekan tombol tipis pada remote kecil untuk
menampilkan slide pertama. Slide pertama menampilkan rumah usang yang merupakan
tempat tinggal Jungkook di bawahnya tertulis Apgujeong jalan no.17.
[JIMIN POV]
Apgujeong jalan no.17 tepatnya pukul 23.12 malam
telah terjadi pembunuhan di rumah ini, ku arahkan laser merah ke layar.
Korban adalah Han Jung ha, umur 45 tahun memiliki riwayat asma. Dari info
tetangga sekitar, korban merupakan pribadi yang baik, suka menolong, tidak
mudah marah dan tidak beta jika berdiam diri di rumah. Benar sekali, hanya ini
info yang kami peroleh dari kasus pembunuhan ini. Beribu-ribu kali pun kami
memeriksa rumah ini tetap tak membuahkan hasil. Mengapa demikian? Hanya ada dua
kemungkinan pembunuhan ini dilakukan oleh orang yang sangat ahli atau
korban ini bunuh diri. Akan tetapi tim kami berhasil membuatnya menjadi satu
kemungkinan yang mana kasus ini hanya dapat ditangani oleh seorang ahli. Aku
memberikan jeda pada kalimatku, ku tatap pria topeng emas itu dan seperti yang
ku duga, ia membuat gerakan kecil.
Aku memberikan remote tipis itu pada Jin sehingga
aku hanya cukup menatapnya jika ingin memindahkan slide. Ku tatap Jin, ia
terlihat sangat mencolok karena rambut blondenya. Kami pun tiba pada slide
selanjutnya, terdapat video di sana.
Taehyung
: Bisa bapak ceritakan keadaan korban pembunuhan itu?
Tetangga
: Umm, saya tidak melihatnya secara langsung tapi rumor sudah tersebar kalau ia
mati tercekik.
Taehyung
: Hanya itu?
Tetangga
: Tentu saja, keesokan harinya polisi menyatakan bahwa kasus itu adalah
pembunuhan dan saat ini polisi sedang mencari pelakunya.Tapi sampai sekarang
belum ada berita terbaru.
Video pun berakhir, Ku sisihkan waktu beberapa
detik untuk melihat air muka dari setiap juri tersebut, sepertinya mereka tidak
puas dengan paparan ku. Video ini menjadi bukti bahwa korban tidak bunuh diri
karena harus membutuhkan tenaga yang banyak untuk mencekik leher seseorang.
Oleh karena itu tim kami mengambil kesimpulan bahwa
pelakunya adalah seorang pria. Dengan cekatan ku tolehkan kepalaku, ternyata
seorang juri sedang mengangkat tangannya sangat tinggi
“Hanya dengan video itu kalian tidak dapat
menyimpulkan pelakunya.Wanita zaman sekarang juga bisa membunuh, kalian tahu
itukan? ” Protes seorang juri dengan rambut yang disisir 50:50
Aku maju beberapa langkah ke arah juri itu, terima
kasih atas komentarnya. Aku telah mempersiapkan bukti yang lebih kuat lagi
kalau pembunuhnya itu adalah pria.
Tanpa ku tatap, Jin langsung menekan remote itu
dengan cepat, rupanya ia sudah tidak sabar untuk menunjukan pelakunya hahaha.
Anggota kami yang bernama Namjoon menemukan rokok di bawah tempat tidur, bisa
saja rokok itu menggiling karena tertendang oleh pelaku. Apakah bukti ini bisa
menambah keyakinan kalian bahwa pelakunya adalah pria?
“ Ck HAHAHA tentu saja belum, hey bocah-bocah
aku tahu ini adalah misi pertama kalian tapi tolong pakai otak detektif kalian.
Kalian pikir wanita tidak ada yang merokok, huh?” Sudah ku duga pria
berdasi kupu-kupu itu angkat bicara. Ck, suaranya yang lantang seperti itu
membuatku berpikir akan topeng yang selalu ia kenakan.
Baiklah kalau begitu-
BRAKKK!!
Kudengar suara keras, semua orang menoleh ke arah
pintu utama. Seseorang dengan nafas tersengal – sengal mendobrak pintu yang
tadinya tertutup rapat.
Jung- Jungkook-ah!! Seruku masih tak percaya dengan
apa yang saat ini kulihat. Jungkook menopangkan kedua tangannya pada lututnya,
nafasnya masih memburu, bibirnya pucat pasih dan rambutnya basah berpilu.
“A-ak-aku akan memaparkan hasil misi kita” ucap Jungkook terbata-bata.
[NORMAL POV]
Jungkook berjalan pelan ke arah panggung. Ia
menyeka keringat yang siap menetes di pelipisnya dengan punggung tangannya.
Terpancar dendam dari netra tajamnya yang ingin sekali ia lampiaskan, tangan
kanannya ia kepalkan sampai bergetar sementara tangan kirinya memegang
kuat-kuat benda kecil yang merupakan kunci dari misi mereka.
Jungkook memberikan benda kecil tersebut yang
adalah USB kepada Jin.
“Mulai sekarang aku yang akan melanjutkannya” tutur
Jungkook
“Tapi!! Jungkook kau-“
“Aku tidak apa – apa Jimin-ah, aku tidak bisa
bersembunyi seperti ini lagi... sangat kekanak – kanakan!, malahan aku sendiri
yang harus memaparkannya supaya hatiku bisa tenang” tambah Jungkook. Jimin
hanya menatap Jungkook dengan mata yang penuh dengan kekhawatiran.
[JUNGKOOK POV]
Baiklah di sini aku tidak akan bicara panjang
lebar, aku akan langsung memaparkan bagaimana si pembunuh keji itu melakukan
aksinya yang seperti binat*ng. Aku mulai kehilangan kesabaranku padahal ini
baru awal. Jeon Jungkook, kau harus tenang.
Menurut penyelidikan kami, pelaku membunuh korban
pada saat korban tidur karena waktu saat itu sudah sangat larut. Pelaku masuk
diam – diam ke dalam rumah lewat pintu yang tidak terekam cctv, ck cukup pintar
bukan. Tepat pada pukul 23.07 putra tunggal korban pulang ke rumah, si
pelaku salah memperkirakan kepulangan anak korban sehingga pelaku pun harus
mengubah rencananya. Pelaku tersebut semakin panik, ia melihat sebuah saklar di
sampingnya bermaksud untuk mematikan lampu agar wajahnya tidak terlihat oleh
putra korban, tapi tak di sangka – sangka lampu tersebut tidak mati melainkan
suara air yang sangat keras terdengar, tanpa diduga-duga ide cemerlang pun
terlintas dalam pikiran si pelaku, ia menggunakan saklar air itu untuk
mengalihkan putra korban. Pelaku itu sangat berutung karena kamar korban dan
kamar mandi letaknya lumayan jauh. Saklar tersebut terletak tak jauh dari kamar
korban. Pelaku itu pun terus memainkan saklar air tersebut sampai putra
korban masuk ke kamar mandi, pelaku itu menjalankan aksinya ketika ia mendengar
tendangan yang sangat keras. Si pelaku membuka pintu kamar korban, masuk ke
dalam kamar dan menguncinya dari dalam.
Aku menatap Jin dan menganggukan kepalaku, Jin
menerima dengan baik kode dariku. Slide pun berubah, menunjukan kamar korban
yang tertata rapi seperti tak terjadi pembunuhan. Aku dengan jelas dapat
melihat beberapa juri mengerutkan dahinya.
“Apa benar ini adalah kamar korban?” Juri
berkumis tipis itu bertanya padaku. “Ya benar”, aku membalasnya dengan percaya
diri.
“Tapi kenapa tidak terlihat berantakan?”
Pria topeng emas itu angkat bicara.
Aku, aku yang membersihkannya. Ekspresi setiap juri
itupun berubah drastis. Aku pun memilih untuk melanjutkan paparanku, yang
kalian lihat ini adalah kamar korban setelah beberapa hari pembunuhan terjadi.
Kamar korban yang lumayan luas dapat memudahkan korban untuk menunda waktu si
pembunuh untuk melakukan aksinya, namun tepat pada pukul 23.12 korban
meninggal dunia yang artinya hanya dengan waktu 5 menit pelaku membunuh korban
apa kalian masih berpikiran bahwa pelakunya adalah wanita? Saat itu pelaku
sangat beruntung, korban sedang tertidur pulas sehingga ia dengan mudahnya
merangkak ke tempat tidur untuk mencekik korban. Ku tarik nafas panjang untuk
mengontrol emosiku. Korban yang merasa terganggu perlahan mulai membuka mata
dan langsung berteriak, aku menggigit bibir bawahku menahan amarah yang semakin
memuncak. Pelaku itu langsung mencekik dengan sangat kuat leher korban sampai
suara korban tersendat bahkan kata tolong pun tak dapat ia katakan, hanya
teriakan parau.
“Jungkook-ah!” Ku tolehkan kepalaku ke sisi
panggung, melihat Jimin yang menatapku penuh perhatian dan kekhawatiran, ia
bahkan menyadarkanku dari rasa ingin membalas dendam, Jimin meneriaki namaku
dari sisi panggung.
Hanya dengan hitungan detik korban mulai susah
bernafas karena asma yang diidapnya kambuh kulanjutkan kata-kataku yang sempat
tertunda. Ditambah asap rokok yang tiap beberapa detik dihembuskan dari mulut
serta hidung pelaku. Merasa semakin kehilangan kesadaran korban pun memilih
untuk melawan. Ia menggerakan jari-jarinya, menghandalkan kuku-kuku panjangnya
untuk mencakar wajah pelaku tersebut, apa daya pelaku berhasil menghindar
sehingga tak menimbulkan bekas cakaran di wajahnya.
Ku tuntun kaki jenjangku ke arah juri, kini air
wajah mereka terlihat serius. Aku berjalan melewati satu persatu juri tersebut
mencoba membaca pikiran mereka hanya dengan melihat mata mereka.
“Hmm, Wajah bapak-bapak juri sangat bersih, tak ada
bekas cakaran” Kataku sedikit bersenda gurau, Juri-juri itu terkekeh geli
dengan candaanku. Kecuali. Pria paling ujung di sana, rupanya ia tak menganggap
perkataanku lucu atau mungkin pria itu menangkap perkataanku sebagai ancaman.
Tunggu dulu! Pria itu, ia tak menggunakan topeng... Ku tautkan kedua alis
tebalku, jujur saja aku sedikit puas melihat pria yang biasanya bertopeng itu
bertingkah layaknya tikus yang tengah mencium bau keju di dalam perangkap. Iris
tajamku terus menatap pria itu, ia terlihat tak nyaman pada posisinya. Satu hal
yang saat ini ku khawatirkan adalah kenapa ia tak memakai topeng?. Ku putuskan
untuk berjalan ke arahnya.
“Apakah anda keberatan dengan hasil penyelidikan
kami pak?” Tanyaku sopan.
“Dasar bocah, ternyata kalian masih suka nonton
kartun detektif konan yah? Hahaha” Juri itu tertawa terbahak-bahak sampai
memegang perut dan menyeka ujung matanya.
“Maksud bapak?”
“Semua yang kalian jelaskan ini tidak berdasarkan
bukti! Hey bocah-bocah kalian hanya mengarang ceritakan?! Cerita tanpa bukti
itu tidak ada artinya”
“Ck, tanpa bukti yah... buktinya sudah ada di depan
mata!” Senyuman sinisku semakin melebar. Ku dekatkan kepalaku ke arah juri
berdasi kupu-kupu merah itu. Jarak kami makin menipis.
Namun-
Bukti yang sedang ku cari tak mungkin ku temukan.
Aku tak dapat berpikir jernih, rencana yang telah
ku susun rapi semuanya hancur berantakan hanya karena satu bagian yang hilang.
Padahal aku telah mengetahui siapa pelaku yang telah melakukan pembunuhan
berencana pada ibuku, ini tak seperti yang ku rencanakan, aku bergumam dalam
hati. Otakku bekerja lebih keras mencari jalan keluar.
“Apa yang akan terjadi jika pelaku menyembunyikan
wajahnya” Ucapku lantang.
Semua juri menatapku
“Apa yang akan terjadi jika pelaku menyembunyikan
wajahnya??” Tanyaku lagi pada semua juri itu.
“Tak akan ada bekas cakaran” Juri bersepatu
kulit coklat tepat di depanku menjawab pertanyaanku layaknya anak SD.
“BINGO! 100 untuk anda pak”
“Hey bocah, sudah cukup mengarang cerita! Cepat perlihatkan bukti agar kami percaya” Lagi dan
lagi juri berdasi kupu-kupu itu bicara. Rupanya ia merasa semakin terancam.
Aku juga merasa terancam. Semuanya berjalan tak
sesuai dengan rencana, ku pikir aku akan dengan mudah menelanjangi pelaku itu
dengan bukti utama yaitu topeng emasnya. Ku tundukan kepalaku, menenangkan
pikiran, berusaha mencari jalan keluar.
“Pelaku memakai semacam topeng untuk menyembunyikan
wajahnya sehingga dapat melindungi wajahnya dari serangan korban” Paparku tenang.
“Mr. Park Han Il, bukannya anda biasa memakai
topeng?” Aku bertanya terus terang. Pria yang biasanya bertopeng emas itu
bernama Park Han Il, kalian sendiri dapat menyimpulkan kenapa sekolah detektif
ini bernama Han Il. Aku tahu pertanyaanku ini seakan menuduh Mr. Park Han Il
sebagai pelaku. Aku telah memikirkan konsekuensinya. Hanya ini jalan
satu-satunya!
“Hahaha, kau menuduhku ya?” balasnya enteng.
“Kalau sudah tahu kenapa tanya balik...” Jawabku
tak kalah enteng.
“Jeon Jungkook-ssi apa kau tahu apa yang baru
saja kau lakukan?” Juri yang berada di samping Park Han Il kini angkat
bicara.
“Memangnya apa yang sudah ku katakan? Aku hanya
mencoba menyelesaikan misi”
“Jaga sikapmu Jungkook-ssi, jika kau seperti ini
terus bisa-bisa kelompok kalian akan didiskualifikasi”
“Terima kasih atas peringatannya pak” Ucapku
“Tapi... Mr. Park Han Il kenapa anda tak memakai
topeng?” Tanyaku penasaran.
“Topengku lupa ku pakai karena terlalu
terburu-buru” Lagi dan lagi Mr Park melontarkan alasan yang sangat tak masuk
akal. Bagaimana bisa seseorang yang hampir pada masa hidupnya memakai topeng
beralasan seperti itu.
“Oh iya, pantasan ada yang mengganjal pada diri
anda Han Il-ssi” Tutur juri di samping Mr. Park yang hanya
dibalas senyuman ringan dari Mr. Park.
“Wow... kalian cukup berani menuduhku sebagai
pelaku” Mr. Park menunjukan tawa khasnya membuat ruangan semakin canggung
baginya.
“Jungkook-ssi jika kalian bersih keras menuduh
Mr.Park sebagai pelaku, saat ini juga kalian harus turun dari panggung karena
masih banyak kelompok yang ingin menyampaikan hasil penyelidikan.” Suara mic
seorang moderator pun terdengar.
Jujur hatiku semakin panas, nafasku menderu ringan
karena ingin langsung membuktikan pada semua orang di tempat ini bahwa
pelakunya adalah orang yang selama ini mereka hormati dan patuhi. Seandainya
saja bukti itu ia pakai-
“Jungkook-ah!!” Ku tolehkan kepalaku pada sumber
teriakan tersebut. Sangat nyaring, sampai semua orang di dalam ruangan itu ikut
menoleh.
“Su- Suga hyung?!” Gumamku.
TBC
Label: About My Bias ♥♥, BTS, FanFiction
|
Hey!!!
Walkie Talkie
My Status
My Story D' Credits
|
Posting Komentar