v a n i l l a t a e
FF BTS - Bangtan Boys / The Seventh Case / Part 6
Selasa, 17 Januari 2017 • 09.05 • 0 comments


Keesokan harinya seperti biasa Jimin dan teman-temannya berencana untuk memecahkan kasus mereka. Jimin mengumpulkan mereka semua di restoran miliknya untuk mengatur strategi. Beberapa orang segera datang ketika Jimin mengirimkan pesan grup lewat kakaotalknya. Namun anggota yang lain membutuhkan waktu berjam-jam untuk datang.

“1, 2, 3, 4...” Jimin menghitung anggota kelompoknya yang telah tiba.

“Baru 8 orang, 2-nya siapa?”

“Jungkook dan Suga!” Pekik Joontae polos.

“Ah, benar! Kenapa akhir-akhir ini aku jarang melihat Suga..” Jimin mengusap dagunya.

“Aku akan menelponya” Sambung Taehyung segera merogoh smartphonenya, tak ingin masalah baru datang.

“Okey, kita mulai saja”

#SKIP
Merekapun sampai di rumah tersebut, hanya beberapa anggota saja, yang lain pergi mengecek CCTV yang ada di sekitar area itu. Jimin mengubah cara berpikirnya, jika kasus ini berhubungan dengan Han Il pasti pelakunya memakai cara yang tak biasa untuk membunuh korban. Jimin bersama Heoseok masuk kembali ke kamar tersebut. Masih sama, barang-barangnya tak ada yang berubah.
“Jimin-ah apa rencana mu?”
“Hmm, tak ada rencana teruslah mencari seperti biasa”
“Apa kau bercanda, kita sudah menggeleda tempat ini berkali-kali”
“Hyung, diamlah! Aku sedang berpikir”
“Jimin-ah..” Tiba-tiba Heoseok berjalan mendekati Jimin.
“Apa mungkin...” Heoseok menggantungkan kalimatnya, melirik kecil ke arah Jimin yang menunggu kalimat lanjutan Heoseok.
“Bunuh diri?” Heoseok berbisik tepat di telinga Jimin dengan suara yang hampir tak terdengar.
“Tidak mungkin. Hyung!! Berpikirlah logis” Seru Jimin menolak mentah-mentah pernyataan Heoseok.
“Aish! Terserah katamu saja”
“Ingat waktu kita tersisa 3 hari lagi” Tambah Heoseok.
Jimin pun mulai mengamati kamar tersebut, namun kini cara berpikirnya lebih rumit. Ia berdiri di mulut pintu mengedarkan kepalanya dan menyentuh mulut pintu tersebut. Apa yang akan aku lakukan jika aku menjadi pembunuh itu? Jimin mulai berbicara dengan dirinya sendiri. Jimin melangkah masuk ke kamar tersebut di penuhi dugaan yang tingkat kebenarannya di bawah setengah. Ruangan ini bersih sekali. Jimin menutup pintu  tersebut. Ia berjalan menuju lemari yang berada di samping dinding. Lemari itu di letakan sangat berdempetan dengan dinding karena ruangan yang lumayan sempit. Yang akan aku lakukan jika aku menjadi pembunuh itu adalah, Jimin membuka lemari itu dan menutupnya, buka dan ia menutupnya lagi. Untuk beberapa saat Jimin melakukan hal itu berulang-ulang.
Trrtt trrrt Jimin merogoh iPhonenya yang bergetar. Jimin mengerutkan keningnya, tak biasanya seseorang menelpon pada saat seperti ini. Agak kesulitan karena saku jeansnya yang terlalu ketat.
“Jimin-ah!!!”  Dengan nafas yang memburu, Heoseok mendobrak pintu yang Jimin tutup. Wajahnya pucat, bibirnya kaku tak dapat bicara.
“Ya Hallo” Pada waktu yang bersamaan Jimin mengangkat iPhonenya.
“.....” Suara dari seberangpun terdengar, suara setengah berteriak yang bergetar hebat dan Jimin mengenal suara tersebut.
“A-a-apa!?”
Benda tipis itu terlepas dari genggaman Jimin, seakan tak lagi memiliki kekuatan Jimin hampir roboh, ia tak dapat menjaga keseimbangannya sampai Heoseok berhasil menopang badan Jimin.
“Kau tidak apa-apa?” Heoseok mendudukan Jimin di  tepi tempat tidur.
“Tidak! Itu tidak benar kan hyung!! Itu tidak benar kan??!!” Jimin berteriak histeris.
“Tenangkan dirimu Park Jimin!”
“Bagaimana aku harus tenang??! Aku harus ke rumah sakit sekarang!!” Jimin beranjak dari tempat itu, ia berjalan terhuyung, menabrak setiap benda di sekitarnya. Heoseok jelas melihat bahwa tubuh Jimin bergetar sangat hebat.
Heoseok menahan tangan Jimin. Tangannya sedingin es dan basah. Heoseok menarik Jimin dalam pelukannya, memeluknya sangat erat hingga Heoseok dapat merasakan Jantung Jimin yang berpacu dua kali lipat dari biasanya. Suara tangisan pun terdengar samar-samar.
“Mereka sudah meninggal Jimin-ah” Heoseok menggigit bibir bawahnya berusaha agar suara tangisannya tak lolos.
“Padahal mereka- menga-jakku juga untuk ikut ber-sama mereka” Ucap Jimin susah payah

***


#Breaking News
Sebuah mobil masuk jurang setelah mengalami kerusakan rem di daerah **** Menurut saksi mata mobil tersebut melaju dengan kecepatan yang sangat tinggi dan kemudian menabrak pembatas jalan. Korban yang adalah pasangan suami istri ini berencana akan berkemah untuk memperingati hari ulang tahun mereka  pada tanggal yang sama yaitu 27 kemarin.
Bulir demi bulir air mata terus jatuh membasahi pipi Jimin, masih terngiang di telinga Jimin kabar buruk dari bibinya, sejak pagi tadi Jimin tak pernah beranjak dari sofa dalam kamarnya, lampu dibiarkan padam. Semua siaran tv dipenuhi oleh berita kematian orang tuanya. Di luar rumah pun banyak wartawan yang rela antri untuk mendapat informasi.
Jimin mengambil sebuah kotak yang diserahkan polisi padanya kemarin, itu adalah barang-barang orang tuanya yang ada di mobil. Bibir tipisnya melengkung membentuk senyuman kecil, Jimin mengambil tas kecil milik ibunya dan membuka tas tersebut. Ada alat make-up, smartphone, dan beberapa permen buah di dalam. Tiba-tiba Jimin mendapat sesuatu, selembar kertas berwarna softpink.
“Our birthday list^^” Mata Jimin mulai terasa panas, air bening perlahan menggenangi kelopak matanya. Ia mulai membaca daftar hal yang ingin kedua orang tuanya lakukan saat ulang tahun.
“Aissh, kenapa daftarnya begitu banyak?” Jimin hanya dapat tertawa pahit membaca daftar tersebut.
“Bernyanyi bersama saat api unggun” Jimin membaca baris ke lima daftar tersebut.
“Ck, bernyanyi apanya suara ayah pun tak enak didengar.” Jimin menggigit bibir bawahnya, air mata itu jatuh untuk kesekian kali.
“Daftar ke 10, Barbeque bertiga” Untuk pertama kalinya, Jimin sangat merasa menyesal. Ia meremas kasar jantungnya dalam pikirannya terlintas seseorang, apa ini yang Jungkook rasakan?
Jimin membalik selembar kertas yang berisi daftar tersebut untuk membaca daftar selanjutnya, namun Jimin tak mendapat list apapun tapi sebuah angka tujuh yang terlihat sangat tak asing baginya.
“I-ini!!” Jimin menautkan kedua alisnya, angka yang ia lihat itu membawanya ke sebuah prasangka buruk.
“Bentuk dan warnanya sama”
Jimin pun membongkar isi kotak tersebut, ia mencari dompet ayahnya dan benar saja foto Jimin dan keluarganya menjadi pudar dan tertulis angka tujuh di sana.
“Dasar keparat!!!!”

******* The Seventh Case (The 7th case) *******


“Taehyung-ah berapa banyak waktu yang tersisa?” 
Heoseok mengumpulkan anggota kelmpoknya di sebuah cafe dekat tempat kejadian perkara. Belakangan ini Heoseok mengambil ahli keompoknya karena sudah dua hari Jimin tak pernah menunjukan batang hidungnya. Semua anggota kelompok mulai frustasi karena waktu yang tersisa tidak banyak lagi dan belum ada perubahan sama sekali.
 
“Kita masih punya waktu 1 hari 3 jam 45me-“
“Cukup!” Potong Heoseok.
“Apa kalian punya rencana?”
“Rencana apa lagi? Kita semua sudah gagal!” Tukas Namjoon.
Heoseok menarik nafas panjang “Tidak, jangan menyerah dulu kita masih punya satu hari”
“Lebih tepatnya beberapa jam saja” Sambung Jin.
 
“Aishh, intinya besok waktu yang diberikan berakhir dan kita harus memaparkan hasil kita” Tambah BigL setelah melahap habis pizza yang ia pesan.
“Teman-teman!” Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam cafe itu, rupanya ia berlari dari rumahnya, nafasnya tersengal-sengal. Di tangannya terdapat dua lembar kertas yang telah kusut tak berbentuk.
“Park Jimin!” Seru mereka semua yang kaget dengan kedatangan Jimin.
“Orang tuaku hoshh aku hoshh”
“Ya! Ya! Atur dulu nafasmu” Ucap Taehyung prihatin.
“ Aku menemukan ini di tas ibuku” Jimin meletakan kedua kertas itu di atas meja.  Semua yang melihat kertas itu saling berhadapan, bingung dengan apa yang mereka lihat.
“I-itukan”
“Kenapa angka itu bisa ada pada orang tuamu?” Tanya Heoseok.
“Aku juga tidak tahu” Balas Jimin
“Ya! Aku tidak peduli dengan angka itu, yang paling penting sekarang adalah kasus kita! Tugas kita!” BigL yang masih sibuk makan akhirnya angkat bicara.
“Ah! Benar, sebenarnya aku sudah memecahkan kasus itu!!” Papar Jimin
“A-APA!” Seru mereka. Semua mata tertuju pada Jimin tak terkecuali Jungkook, ujung matanya menangkap sosok Jimin yang pada saat yang sama juga menatapnya. Mata yang seolah berkata percayalah padaku.

***
Cakrawala masih menunjukan cahayanya, namun semua anggota kelompok sudah berada di rumahnya masing - masing berkat Jimin, berbeda Jungkook yang sedang berjalan menuju rumahnya, pekerjaan partt imenya tertunda karena mengingat keluarga Jimin yang masih berduka. Sepanjang perjalanan Jungkook tak henti-hentinya memikirkan perkataan Jimin sebenarnya aku sudah memecahkan kasus itu, kata itu terus terngiang sampai kepala Jungkook pusing. Di sisi lain ia ingin sekali menangkap pelaku yang membunuh ibunya namun di sisi lain, ia tak sanggup untuk memikirkan hal yang bersangkutan dengan kematian ibunya. Jungkook menarik nafas panjang, berusaha membersihkan memorinya akan kejadian buruk kala itu.

“Jungkook-ah!” Kepala Jungkook menoleh cepat, ia sangat mengenal suara tersebut.

“Ya!, Jimin-ah ada perlu apa kau kemari?”

Wajah Jimin terlhat serius dan tegang, netranya memandang fokus menggambarkan banyak hal yang harus ia sampaikan. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah Jungkook, duduk di sofa berdebu dengan posisi canggung saling menatap satu sama lain. Jungkook menyediakan teh hijau hangat sebagai pendamping untuk percakapan mereka. Untuk mengusir rasa canggungnya Jimin mengambil teh hijau di depannya perlahan sambil sedikit berdehem. Jimin meminumnya dan beberapa kali menggosok tangannya pada gelas teh tersebut. Desahan legahpun terdengar ketika teh hangat itu masuk ke kerongkongan Jimin.

“Ada hal penting yang ingin aku beritahukan padamu” Ucap Jimin membuat suasana kembali tegang.

“Apa itu? Sepertinya sangat penting” Mata Jungkook tak berkedip menunggu kalimat selanjutnya yang akan Jimin lontarkan.

“Ini tentang orang tua kita. Kau tahu sendiri kematian mereka sangat tidak wajar. Semuanya berawal saat kita masuk sekolah Han Il, saat kau mendapat pesan kematian itu, dan secara kebetulan kita berdua beakhir dalam satu tim dan harus memecahkan kasus ibumu dan kenapa pula polisi harus menutup kasus tersebut, apa kau pikir semua ini terjadi begitu saja?”

“Jimin-ah aku tahu apa maksudmu, dan aku tahu hal penting yang ingin kau sampaikan padaku” Jimin memicingkan matanya sembari menautkan kedua alis tipisnya.

“Ba-bagaimana bisa?”

“Sebenarnya Park Hansle yang membunuh ayahku” Jungkook menahan nafasnya mengepalkan tangannya kuat-kuat ketika mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu, ia tak berani menatap Jimin, hanya memilih untuk menunduk, bersalah karena telah menyimpan rahasia besar pada teman-temannya.

“Aku tahu itu!!” Tukas Jimin cepat. Jungkook langsung mendongakan kepalanya, mengunci tatapannya dengan Jimin.

“Waw, tapi Jeon Jungkook kau benar-benar orang yang misterius, bagaimana bisa kau menyembunyikan hal tersebut, buatku merinding saja” Jimin berusaha tertawa kecil, mencairkan suasana.
“Em aku hanya em tak ingin kalian memperlakukanku spesial” 

“Eih, itu tak mungkin!”

“Ngomong-ngomong , kau yakin sudah memecahkan kasus orang tuaku?”

“Eung, aigooo ternyata kasus itu tak begitu sulit. Hanya ada beberapa hal yang mengecoh kita” Jimin menaikan nada suaranya, sedikit terdengar berteriak.

“Jungkook-ah ada satu hal lagi yang ingin aku sampaikan padamu” Tangan Jimin meremas kecil bahu Jungkook.

“Kali ini aku memohon” Suara Jimin hampir tak terdengar.

“Kali ini kenapa lagi?!”

“Besok kau jangan datang ke sekolah Han Il”

“Kenapa!?” Jungkook menatap Jimin sinis.

“Aku tidak ingin kau terluka lagi! Kematian ibumu sudah cukup membuatmu terluka! Kalau besok kau datang mungkin luka yang mulai sembuh itu akan menjadi luka baru, jadi aku mohon kau tidak perlu datang ke sekolah besok”

 “Park Jimin kau sangat menyebalkan, memangnya apa yang akan terjadi jika aku tak datang besok? Apa semuanya akan berubah? Ibuku akan hidup kembali?” 

“Tidak, bukan begitu maksudku. Aku harap kau tidak merasakan lagi rasa sakit itu karena aku sudah tahu betul bagaimana rasanya”

“...”


D-DAY
Hari itu pun tiba, hari dimana semua kelompok memaparkan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Terdapat panggung besar dengan layar besar di sana, terbentang layar lebar dengan sinar LCD yang mengarah ke layar di tengah panggung, semuanya tertata dengan rapi. Pengurus sekolah pun tengah duduk berjejer menantikan hasil dari setiap kelompok.

Yang pertama kelompok lima dengan ketua Park Jimin

“Game start” ucap Jimin pelan

Dengan percaya diri Jimin bangkit dari tempat duduknya dan merjalan ke arah panggung diikuti dengan anggota kelompoknyanya, menaiki beberapa anak tangga dan tibalah mereka di atas panggung besar nan mewah. 

“Tunggu! Mana Suga hyung?” Tanya Jimin yang baru saja mengecek seluruh anggotanya.

“Jimin-ah, Suga hyung bilang ada acara penting yang harus ia hadiri” Ucap Taehyung

"Aish, dasar Suga hyung!"
Pertama-tama mereka semua memberi hormat kepada pengurus sekolah yang akan menjadi juri yang duduk tepat di depan mereka. Mata Jimin terpaku pada satu juri paling ujung yang tengah duduk tenang sembari berpangku kaki, ada yang mengganjal dengan juri itu bentuk wajah yang familiar tapi terlihat sangat berbeda. Topengnya dilepas, seluruh wajahnya terekspos tak lupa dasi kupu-kupu membuatnya terkesan rapi.

“Baiklah pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah memberikan misi ini pada kami”  Jimin menegaskan kata pihak pada kalimatnya sambil menatap juri paling ujung itu.

“Misi ini sangat berharga bagi teman saya, hari ini dia tidak bisa hadir karena ada keperluan mendadak dan itu sangat penting, teman saya telah bekerja keras walaupun perasaannya saat itu sangat kacau” Juri yang Jimin curigai itu beberapa kali mengedipkan matanya membuat Jimin mengeluarkan smirk khasnya.

“Untuk itu saya harap hari ini juga kami dapat mengungkapkan misi ini.”

Jimin menekan tombol tipis pada remote kecil untuk menampilkan slide pertama. Slide pertama menampilkan rumah usang yang merupakan tempat tinggal Jungkook di bawahnya tertulis Apgujeong jalan no.17.

[JIMIN POV]

Apgujeong jalan no.17 tepatnya pukul 23.12 malam telah terjadi pembunuhan  di rumah ini, ku arahkan laser merah ke layar. Korban adalah Han Jung ha, umur 45 tahun memiliki riwayat asma. Dari info tetangga sekitar, korban merupakan pribadi yang baik, suka menolong, tidak mudah marah dan tidak beta jika berdiam diri di rumah. Benar sekali, hanya ini info yang kami peroleh dari kasus pembunuhan ini. Beribu-ribu kali pun kami memeriksa rumah ini tetap tak membuahkan hasil. Mengapa demikian? Hanya ada dua kemungkinan pembunuhan ini dilakukan oleh orang yang  sangat ahli atau korban ini bunuh diri. Akan tetapi tim kami berhasil membuatnya menjadi satu kemungkinan yang mana kasus ini hanya dapat ditangani oleh seorang ahli. Aku memberikan jeda pada kalimatku, ku tatap pria topeng emas itu dan seperti yang ku duga, ia membuat gerakan kecil.
Aku memberikan remote tipis itu pada Jin sehingga aku hanya cukup menatapnya jika ingin memindahkan slide. Ku tatap Jin, ia terlihat sangat mencolok karena rambut blondenya. Kami pun tiba pada slide selanjutnya, terdapat video di sana.

Taehyung            : Bisa bapak ceritakan keadaan korban pembunuhan itu?
Tetangga            : Umm, saya tidak melihatnya secara langsung tapi rumor sudah tersebar kalau ia mati tercekik.
Taehyung            : Hanya itu?
Tetangga            : Tentu saja, keesokan harinya polisi menyatakan bahwa kasus itu adalah pembunuhan dan saat ini polisi sedang mencari pelakunya.Tapi sampai sekarang belum ada berita terbaru.

Video pun berakhir, Ku sisihkan waktu beberapa detik untuk melihat air muka dari setiap juri tersebut, sepertinya mereka tidak puas dengan paparan ku. Video ini menjadi bukti bahwa korban tidak bunuh diri karena harus membutuhkan tenaga yang banyak untuk mencekik leher seseorang.

Oleh karena itu tim kami mengambil kesimpulan bahwa pelakunya adalah seorang pria. Dengan cekatan ku tolehkan kepalaku, ternyata seorang juri sedang mengangkat tangannya sangat tinggi

Hanya dengan video itu kalian tidak dapat menyimpulkan pelakunya.Wanita zaman sekarang juga bisa membunuh, kalian tahu itukan? ” Protes seorang juri dengan rambut yang disisir 50:50 

Aku maju beberapa langkah ke arah juri itu, terima kasih atas komentarnya. Aku telah mempersiapkan bukti yang lebih kuat lagi kalau pembunuhnya itu adalah pria.
Tanpa ku tatap, Jin langsung menekan remote itu dengan cepat, rupanya ia sudah tidak sabar untuk menunjukan pelakunya hahaha. Anggota kami yang bernama Namjoon menemukan rokok di bawah tempat tidur, bisa saja rokok itu menggiling karena tertendang oleh pelaku. Apakah bukti ini bisa menambah keyakinan kalian bahwa pelakunya adalah pria?

Ck HAHAHA tentu saja belum, hey bocah-bocah aku tahu ini adalah misi pertama kalian tapi tolong pakai otak detektif kalian. Kalian pikir wanita tidak ada yang merokok, huh?” Sudah ku duga pria berdasi kupu-kupu itu angkat bicara. Ck, suaranya yang lantang seperti itu membuatku berpikir akan topeng yang selalu ia kenakan.

Baiklah kalau begitu-

BRAKKK!!

Kudengar suara keras, semua orang menoleh ke arah pintu utama. Seseorang dengan nafas tersengal – sengal mendobrak pintu yang tadinya tertutup rapat.
Jung- Jungkook-ah!! Seruku masih tak percaya dengan apa yang saat ini kulihat. Jungkook menopangkan kedua tangannya pada lututnya, nafasnya masih memburu, bibirnya pucat pasih dan rambutnya basah berpilu.

“A-ak-aku akan memaparkan hasil misi kita” ucap Jungkook terbata-bata.

[NORMAL POV]

Jungkook berjalan pelan ke arah panggung. Ia menyeka keringat yang siap menetes di pelipisnya dengan punggung tangannya. Terpancar dendam dari netra tajamnya yang ingin sekali ia lampiaskan, tangan kanannya ia kepalkan sampai bergetar sementara tangan kirinya memegang kuat-kuat benda kecil yang merupakan kunci dari misi mereka.
Jungkook memberikan benda kecil tersebut yang adalah USB kepada Jin.

“Mulai sekarang aku yang akan melanjutkannya” tutur Jungkook

“Tapi!! Jungkook kau-“

“Aku tidak apa – apa Jimin-ah, aku tidak bisa bersembunyi seperti ini lagi... sangat kekanak – kanakan!, malahan aku sendiri yang harus memaparkannya supaya hatiku bisa tenang” tambah Jungkook. Jimin hanya menatap Jungkook dengan mata yang penuh dengan kekhawatiran.

[JUNGKOOK POV]

Baiklah di sini aku tidak akan bicara panjang lebar, aku akan langsung memaparkan bagaimana si pembunuh keji itu melakukan aksinya yang seperti binat*ng. Aku mulai kehilangan kesabaranku padahal ini baru awal. Jeon Jungkook, kau harus tenang.
Menurut penyelidikan kami, pelaku membunuh korban pada saat korban tidur karena waktu saat itu sudah sangat larut. Pelaku masuk diam – diam ke dalam rumah lewat pintu yang tidak terekam cctv, ck cukup pintar bukan. Tepat pada pukul 23.07 putra tunggal korban pulang ke rumah, si pelaku salah memperkirakan kepulangan anak korban sehingga pelaku pun harus mengubah rencananya. Pelaku tersebut semakin panik, ia melihat sebuah saklar di sampingnya bermaksud untuk mematikan lampu agar wajahnya tidak terlihat oleh putra korban, tapi tak di sangka – sangka lampu tersebut tidak mati melainkan suara air yang sangat keras terdengar, tanpa diduga-duga ide cemerlang pun terlintas dalam pikiran si pelaku, ia menggunakan saklar air itu untuk mengalihkan putra korban. Pelaku itu sangat berutung karena kamar korban dan kamar mandi letaknya lumayan jauh. Saklar tersebut terletak tak jauh dari kamar korban. Pelaku itu pun terus memainkan  saklar air tersebut sampai putra korban masuk ke kamar mandi, pelaku itu menjalankan aksinya ketika ia mendengar tendangan yang sangat keras. Si pelaku membuka pintu kamar korban, masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.
Aku menatap Jin dan menganggukan kepalaku, Jin menerima dengan baik kode dariku. Slide pun berubah, menunjukan kamar korban yang tertata rapi seperti tak terjadi pembunuhan. Aku dengan jelas dapat melihat beberapa juri mengerutkan dahinya. 

Apa benar ini adalah kamar korban?” Juri berkumis tipis itu bertanya padaku. “Ya benar”, aku membalasnya dengan percaya diri.

Tapi kenapa tidak terlihat berantakan?” Pria topeng emas itu angkat bicara.

Aku, aku yang membersihkannya. Ekspresi setiap juri itupun berubah drastis. Aku pun memilih untuk melanjutkan paparanku, yang kalian lihat ini adalah kamar korban setelah beberapa hari pembunuhan terjadi. Kamar korban yang lumayan luas dapat memudahkan korban untuk menunda waktu si pembunuh untuk melakukan aksinya, namun tepat pada pukul 23.12 korban meninggal dunia yang artinya hanya dengan waktu 5 menit pelaku membunuh korban apa kalian masih berpikiran bahwa pelakunya adalah wanita? Saat itu pelaku sangat beruntung, korban sedang tertidur pulas sehingga ia dengan mudahnya merangkak ke tempat tidur untuk mencekik korban. Ku tarik nafas panjang untuk mengontrol emosiku. Korban yang merasa terganggu perlahan mulai membuka mata dan langsung berteriak, aku menggigit bibir bawahku menahan amarah yang semakin memuncak. Pelaku itu langsung mencekik dengan sangat kuat leher korban sampai suara korban tersendat bahkan kata tolong pun tak dapat ia katakan, hanya teriakan parau.

Jungkook-ah!” Ku tolehkan kepalaku ke sisi panggung, melihat Jimin yang menatapku penuh perhatian dan kekhawatiran, ia bahkan menyadarkanku dari rasa ingin membalas dendam, Jimin meneriaki namaku dari sisi panggung.

Hanya dengan hitungan detik korban mulai susah bernafas karena asma yang diidapnya kambuh kulanjutkan kata-kataku yang sempat tertunda. Ditambah asap rokok yang tiap beberapa detik dihembuskan dari mulut serta hidung pelaku. Merasa semakin kehilangan kesadaran korban pun memilih untuk melawan. Ia menggerakan jari-jarinya, menghandalkan kuku-kuku panjangnya untuk mencakar wajah pelaku tersebut, apa daya pelaku berhasil menghindar sehingga tak menimbulkan bekas cakaran di wajahnya.

Ku tuntun kaki jenjangku ke arah juri, kini air wajah mereka terlihat serius. Aku berjalan melewati satu persatu juri tersebut mencoba membaca pikiran mereka hanya dengan melihat mata mereka.

“Hmm, Wajah bapak-bapak juri sangat bersih, tak ada bekas cakaran” Kataku sedikit bersenda gurau, Juri-juri itu terkekeh geli dengan candaanku. Kecuali. Pria paling ujung di sana, rupanya ia tak menganggap perkataanku lucu atau mungkin pria itu menangkap perkataanku sebagai ancaman. Tunggu dulu! Pria itu, ia tak menggunakan topeng... Ku tautkan kedua alis tebalku, jujur saja aku sedikit puas melihat pria yang biasanya bertopeng itu bertingkah layaknya tikus yang tengah mencium bau keju di dalam perangkap. Iris tajamku terus menatap pria itu, ia terlihat tak nyaman pada posisinya. Satu hal yang saat ini ku khawatirkan adalah kenapa ia tak memakai topeng?. Ku putuskan untuk berjalan ke  arahnya.

“Apakah anda keberatan dengan hasil penyelidikan kami pak?” Tanyaku sopan.

“Dasar bocah, ternyata kalian masih suka nonton kartun detektif konan yah? Hahaha” Juri itu tertawa terbahak-bahak sampai memegang perut dan menyeka ujung matanya.

“Maksud bapak?”

“Semua yang kalian jelaskan ini tidak berdasarkan bukti! Hey bocah-bocah kalian hanya mengarang ceritakan?! Cerita tanpa bukti itu tidak ada artinya”

“Ck, tanpa bukti yah... buktinya sudah ada di depan mata!” Senyuman sinisku semakin melebar. Ku dekatkan kepalaku ke arah juri berdasi kupu-kupu merah itu. Jarak kami makin menipis.

Namun-

Bukti yang sedang ku cari tak mungkin ku temukan.

Aku tak dapat berpikir jernih, rencana yang telah ku susun rapi semuanya hancur berantakan hanya karena satu bagian yang hilang. Padahal aku telah mengetahui siapa pelaku yang telah melakukan pembunuhan berencana pada ibuku, ini tak seperti yang ku rencanakan, aku bergumam dalam hati. Otakku bekerja lebih keras mencari jalan keluar.
“Apa yang akan terjadi jika pelaku menyembunyikan wajahnya” Ucapku lantang.

Semua juri menatapku

“Apa yang akan terjadi jika pelaku menyembunyikan wajahnya??” Tanyaku lagi pada semua juri itu.

Tak akan ada bekas cakaran” Juri bersepatu kulit coklat tepat di depanku menjawab pertanyaanku layaknya anak SD.

“BINGO! 100 untuk anda pak”

“Hey bocah, sudah cukup mengarang cerita! Cepat perlihatkan bukti agar kami percaya” Lagi dan lagi juri berdasi kupu-kupu itu bicara. Rupanya ia merasa semakin terancam.

Aku juga merasa terancam. Semuanya berjalan tak sesuai dengan rencana, ku pikir aku akan dengan mudah menelanjangi pelaku itu dengan bukti utama yaitu topeng emasnya. Ku tundukan kepalaku, menenangkan pikiran, berusaha mencari jalan keluar.
“Pelaku memakai semacam topeng untuk menyembunyikan wajahnya sehingga dapat melindungi wajahnya dari serangan korban” Paparku tenang.

“Mr. Park Han Il, bukannya anda biasa memakai topeng?” Aku bertanya terus terang. Pria yang biasanya bertopeng emas itu bernama Park Han Il, kalian sendiri dapat menyimpulkan kenapa sekolah detektif ini bernama Han Il. Aku tahu pertanyaanku ini seakan menuduh Mr. Park Han Il sebagai pelaku. Aku telah memikirkan konsekuensinya. Hanya ini jalan satu-satunya!

Hahaha, kau menuduhku ya?” balasnya enteng.

“Kalau sudah tahu kenapa tanya balik...” Jawabku tak kalah enteng.

Jeon Jungkook-ssi apa kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?” Juri yang berada di samping Park Han Il kini angkat bicara.

“Memangnya apa yang sudah ku katakan? Aku hanya mencoba menyelesaikan misi”

Jaga sikapmu Jungkook-ssi, jika kau seperti ini terus bisa-bisa kelompok kalian akan didiskualifikasi

“Terima kasih atas peringatannya pak” Ucapku

“Tapi... Mr. Park Han Il kenapa anda tak memakai topeng?” Tanyaku penasaran.

“Topengku lupa ku pakai karena terlalu terburu-buru” Lagi dan lagi Mr Park melontarkan alasan yang sangat tak masuk akal. Bagaimana bisa seseorang yang hampir pada masa hidupnya memakai topeng beralasan seperti itu.

Oh iya, pantasan ada yang mengganjal pada diri anda  Han Il-ssi” Tutur juri di samping Mr. Park yang hanya dibalas senyuman ringan dari Mr. Park.

“Wow... kalian cukup berani menuduhku sebagai pelaku” Mr. Park menunjukan tawa khasnya membuat ruangan semakin canggung baginya.

Jungkook-ssi jika kalian bersih keras menuduh Mr.Park sebagai pelaku, saat ini juga kalian harus turun dari panggung karena masih banyak kelompok yang ingin menyampaikan hasil penyelidikan.” Suara mic seorang moderator pun terdengar. 

Jujur hatiku semakin panas, nafasku menderu ringan karena ingin langsung membuktikan pada semua orang di tempat ini bahwa pelakunya adalah orang yang selama ini mereka hormati dan patuhi. Seandainya saja bukti itu ia pakai-

“Jungkook-ah!!” Ku tolehkan kepalaku pada sumber teriakan tersebut. Sangat nyaring, sampai semua orang di dalam ruangan itu ikut menoleh.

“Su- Suga hyung?!” Gumamku.

TBC

Label: , ,


Posting Komentar


PASTFUTURE
Hey!!!
[Hi guys,now you are in kpop area. I'm just an ordinary kpop fan who addicted to kpop XD I hope you enjoy being here and dont forget to leave your footprint at my cbox]

Walkie Talkie



My Status
Online 24/7 but I'm not a robot =D
My Story

D' Credits
Basecode : Inspirit's Baby
Template : Alia Eyra