v a n i l l a t a e
FF BTS - Bangtan Boys / The Seventh Case / Part 7 END
Kamis, 26 Januari 2017 • 01.55 • 0 comments

Finally!!! It's kind of a relief to see the word END haha, excuse the last part guyss! I did my best to make the ending happy and all the problems resolved. Anyway Happy Reading!





“Su- Suga hyung?!” Gumamku.

Sosok berkulit putih bak porselen itu berhasil menunda paparanku. Ia mendobrak pintu utama dengan sangat keras dapat ku lihat dari tangannya yang meremas kecil bahunya. Ia sibuk mengatur nafasnya, sekujur tubuhnya basah kuyub karena di luar sedang turun hujan, bibir merah jambunya berubah warna menjadi pucat pasih. Aku sangat khawatir melihat kondisi Suga hyung seperti itu.

Normal POV

“Ju- Jungkook-ah, maaf... hyung terlambat” Tutur Suga. Ucapannya sedikit bergetar, ia menggigil karena suhu tubuhnya turun drastis. Perlahan Suga berjalan ke arah panggung. Ia meremas kecil ujung kaos oblong yang ia pakai agar pakaiannya kering walaupun itu sia-sia.

“Suga hyung! Dari mana saja kau!! Presentasi kita sudah hampir selesai dan kau baru datang!” Jimin yang saat itu melihat kedatangan Suga pun angkat bicara, kesal dengan sikap Suga yang hanya memikirkan diri sendiri dan bertingkah seenaknya.

“Jimin-ah hyung minta maaf” Gumam Suga, tak ada kata-kata perlawanan melainkan hanya tatapan sayu ke arah Jimin. Untuk pertama kalinya Jimin berhasil diam seribu bahasa, Suga tak akan pernah meminta maaf jika Jimin membentaknya. Tapi kali ini berbeda.

“Suga hyung... kau tak apa-apa?” Taehyung pun ikut merasakan keganjalan dalam diri Suga.

“Su- Suga hyung apa yang terjadi?” Tanya Jungkook.

Suga terlhat menahan nafasnya “Tadi aku ke rumah sakit, kakakkku baru saja kecelakaan dan meninggal” Seluruh anggota kelompok yang berada di atas panggung itu pun kaget. Mereka semua mematung hanya mata yang dibiarkan terbelalak.

“Ti-tidak mungkin hyung! Tadi kau bilang-“ 

“Taehyung-ah” Suga memberi kode pada Taehyun untuk diam. Suga menatap Taehyung yang terlihat tak nyaman pada posisinya

Hey hey hey Ini bukan drama jadi tolong cepat selesaikan presentasi kalian” Suara mic pun kembali terdengar.

“Baiklah, kami akan segera menyelesaikan misi ini dan lolos ke babak selanjutnya!” Ucap Suga percaya diri. Ia memandang satu persatu juri di depannya dan berhenti pada satu juri yang tengah berpangku kaki.

“Jungkook-ah cepat selesaikan misi ini, karena aku harus mempersiapkan pemakaman kakakku”

“Ba-baiklah hyung”

“Dan- ini...” Suga mengeluarkan suatu benda dari saku belakang celananya.

“Hyung i- ini kan” Dengan cepat Jungkook mengambil benda tersebut, matanya berbinar, pikiran yang beberapa menit kacau kini kini kembali seperti semula.

“Iya, itu topeng yang kalian cari” Suga menyungging.

Jungkook masih tak percaya dengan apa yang Suga berikan, semangatnya kini membara untuk mengungkapkan pelaku pembunuhan tersebut. “Terimakasih hyung” ucap Jungkook sekilas sembari menatap Suga yang kini telah bergabung dengan Jimin dan anggota yang lain.

“Okey, baiklah... saya tak akan basa-basi lagi. Saya akan langsung memberitahukan pelakunya” Papar Jungkook.

“Seperti yang Juri Kim katakan tadi, tak akan ada bekas cakaran apabila pelaku menutup wajahnya, nah... bagaimana jika saya menemukan bekas cakaran pada menutup wajah pelaku itu? Apakah juri-juri di sini akan percaya pada paparan kami?” Tanya Jungkook

“Hmmm...” Semua juri itu berdehem serta mengatur posisi duduk mereka

“Entahlah” Tutur juri Kim.

“Ada apa ini, ada yang aneh dengan juri-juri itu” batin Jungkook. Ia menatap satu persatu anggota kelompoknya yang diakhiri anggukan mantap dari Jimin. Jimin memberitahu untuk menunjukan bukti itu saat itu juga.

“Benar! Kelompok kami memutuskan Mr. Park sebagai pelaku” Jungkook berteriak.

“Dengan keganjalan-keganjalan yang ada pada kasus kami dan satu-satunya bukti  kuat tidak dapat kami dokumentasikan, bukti itu adalah  tulisan darah Han Il di baju korban dan sayatan angka 7 di telapak tangan korban” Jungkook menggertakan gigi-giignya menatap geram ke arah juri yang tengah berpangku kaki tersebut.

“Ketika mendengar kata Han Il dan angka 7 pasti ada seseorang yang muncul di benak bapak-bapak sekalian, bukan begitu?” Tambah Jungkook.

“Benar, 7 merupakan tanggal ulang tahun Mr. Park Han Il”

Jungkook-ssi ja-” moderator kembali memperingatkan Jungkook untuk berhenti menuduh Park Han Il namun Park Han Il mengangkat tangan kanannya memberi lampu hijau untuk Jungkook melanjutkan paparannya.

“Dan kami menemukan bekas cakaran di topeng emas yang selalu Mr. Park kenakan” Dengan mantap Jungkook menunjukan topeng emas tersebut. Jarinya menunjuk cakaran kecil yang terdapat tepat di bawah mata. Park Han Il berhasil mematung, matanya tak berkedip berusaha memastikan bahwa itu adalah benar-benar topeng emas yang selalu ia gunakan.

“Gotcha” Jungkook menyungging kecil melihat Park Han Il kini menjadi tikus yang berhasil terperangkap. Jungkook berjalanan menuruni panggung bertujuan untuk memperlihatkan bekas cakaran itu pada semua juri. Semua juri tersebut menunjukan respon yang sama yaitu mereka setuju bahwa topeng dan bekas cakaran itu milik Park Han Il.

“Tunggu dulu!!” Semua orang pun menoleh ke arah Park Han Il. Ia tengah beranjak dari tempat duduknya.

“Ck, kalian memang pandai mengarang cerita” Park Han Il berjalan perlahan menuju panggung.

“Seperti yang telah ku katakan sebelumnya, cerita tanpa bukti itu akan menjadi fiksi dimana kalian hanya mengarang cerita sesuka kalian” Ucapnya sesampai di atas panggung.

“Ini!! Topeng ini adalah bukti kuat” Jungkook mengangkat topeng itu tinggi-tinggi.

“Hahahaha, sebenci itukah kalian padaku hingga kalian menuduhku sebagai pembunuh?” Tanya Park Han Il enteng, sudut bibirnya menyungging licik.

“Benar, benci sekali melebihi apapun!” Teriak Jungkook sambil menatap mata Park Han Il.

“Baiklah aku akan menyudahi permainan bodoh ini” Park Han Il membuang nafas panjang, ia merogoh smartphone di dalam jasnya kemudian menyentuh angka 1, ia terhubung dengan seseorang. Park Han Il sedang menelpon tangan kanannya. Tak sampai beberapa detik Park Han Il pun menyudahi panggilan singkatnya itu. Ia tersenyum puas ketika menyimpan kembali smartphone ke dalam jas hitamnya.

Tiba-tiba seseorang berbadan kekar masuk ke dalam ruangan, ia berjalan dengan langkah panjang menuju Park Han Il kemudian memberikan sebuah kotak berukuran sedang. Pria itu membungkuk ketika mendapatkan kalimat pujian dari Park Han Il dan pergi meninggalkan ruangan.

“Tadi sudah ku bilang, aku lupa membawa topeng emasku” Park Han Il membuka kotak berwarna coklat tua itu dan mengambil benda yang ada di dalamnya. Sebuah topeng emas, bersih tak ada bekas cakaran.

“Ba- bagaimana bi- bisa!?” Mata Jungkook terbelalak, tangannya mengepal ingin memukul rahang Park Han Il dengan sangat keras. Diedarkan pandangannya pada anggota kelompoknya, semuanya kaget termasuk Suga, dari raut wajahnya juga ingin memukul Park Han Il.

“Tsk tsk tsk kalian memang keras kepala” Desis Park Han Il sembari memakai topeng kebanggaannya itu.

Dengan demikian kelompok 3 dinyatakan gagal dalam menyelesaikan misi. Kalian tereleminasi. Terimakasih atas kerja keras kalian selama ini” Untuk yang terakhir kalinya suara mic pun terdengar.
...

Deburan ombak berkali-kali menyambar kaki Jimin, ia membiarkan ombak nakal itu membasahi celana panjangnya bahkan badannya hampir roboh ketika ada ombak besar mencapai bibir pantai. Pikirannya kacau, lebih tepatnya ia tak berhenti memikirkan presentasi tadi. Dipejamkan matanya sejenak, gemuruh ombak itu kini menjadi instrumen indah, Dalam diam Jimin pun tersenyum simpul saat mendengar kicauan burung khas pantai berkicau merdu. Ia membuka matanya, cairan bening mulai tampak “Haha, mereka seperti anak-anak” guman Jimin pelan, teman-temannya sedang berenang tak jauh dari tempatnya berdiri, mereka terlihat sangat senang hingga ingatan tentang hasil presentasi seakan sirna sejenak. Beberapa kali Jimin ditarik untuk ikut bermain air namun Jimin menolak dengan alasan tak tahu berenang.

“Jimin-ah!! Cepat kemari!!” Seru Jungkook yang baru saja menunjukan kemampuan berenangnya. Ia melambai lucu.

“Eoh!” Balas Jimin.

Hari semakin sore, Jimin dan teman-temannya belum juga beranjak dari tempat mereka dan pada akhirnya pun Jimin harus basah karena Hoseok dengan bantuan BigL secara paksa menggendong Jimin dan menceburkanya ke dalam air. Mereka pun memutuskan untuk menyudahi acara main air mereka karena Jin yang sudah mengeluh kedinginan. Mereka duduk berderet di bibir pantai dan menyaksikan matahari terbenam. 

“Spot sunset di sini sangat keren! Kalian tidak akan menyesal” Ucap Joontae bangga. Ia yang merekomendasikan pantai tersebut.

“Joontae jjang!!” Seru Jin mengangkat kedua ibu jarinya.

“Wahh!! Lihat warnanya, lautnya juga keren sekali!” Mata Taehyung tak berkedip menatap matahari yang tiap detik menghilang dibalik lautan itu.

Bias jingga mentari kini sedang menunjukan keanggunannya, serta kilauan laut ketika diterpa cahaya membuat mereka semua takjub, walau hanya satu detik mereka tak mau menyia-nyiakan karya sang Pencipta yang luar biasa itu. Mereka semua pun saling merangkul dan merapatkan jarak diantara mereka.

“Jungkook-ah aku minta maaf” Tutur Jimin yang ada di samping Jungkook.

“Tak ada yang perlu dimaafkan” Jungkook menoleh dan tersenyum kecil.

“Tapi bagaimanapun caranya aku akan memasukan Park Han Il si bangs*t itu ke penjara dan berlutut minta maaf padamu” Jimin meremas bahu Jungkook membuat badan Jungkook sedkit terguncang.

“Percayalah padaku eoh!” Jimin menatap mata Jungkook dengan penuh keyakinan.

“Haha Baiklah, aku percaya padamu!”

“Apa-apaan itu Jeon Jungkook, aku serius!”

“Aku tahu Park Jimin!” Jungkook pun menatap mata Jimin dan tersenyum dibalas Jimin yang mengusap kasar surai hitam Jungkook.

******* The Seventh Case (The 7th case) *******

2 WEEKs LATER

Teman-teman sekarang juga pergi ke sekolah Han Il!!

aku sudah memecahkan kasus Park Han Il

Park Han Il kali ini tamat riwayatmu!!

Mereka pun kembali ke kehidupan normal mereka yaitu bergulat dengan kasus, bagi mereka normal bukan berarti kembali ke kampus yang orang tua mereka inginkan tapi tak lain adalah memecahkan kasus, itu sangat normal bagi calon detektif. Pagi-pagi buta Jimin mengirim pesan di grup kakaotalknya, Jimin sempat mendesah karena belum ada satu pun anggota kelompok yang baca.

“Apakah terlalu pagi?” Gumam Jimin. Ia melirik jam wekernya. Pantas saja waktu masih menunjukan pukul 04.55 ia pun merasa bersalah. Jimin meraih jam wekernya dan mengatur alarm pada pukul 7 pagi.

PUKUL 7

Krriingg­- alarm pun berbunyi, dengan susah payah tangan Jimin terjulur panjang ke arah meja kecil di samping tempat tidurnya. Ia mematikan alarm tersebut. Dengan malas Jimin bangkit dari tempat tidurnya tak tahu kenapa Jimin merasa gaya gravitasi di sekitar tempat tidurnya lebih besar ketika bangun pagi. Dirogohnya iPhone yang ia selipkan di bawah bantal, sedikit terkejut karena terdapat 27 panggilan tak terjawab di sana.

“Aku harus segera mandi!” Teriak Jimin.

Sekolah Detektif Han Il | Pukul 08.15

Suasana Han Il tak berubah sama sekali, hanya saja orang-orang yang berkeliaran lebih sedikit dari waktu pertama kali Jimin datang, mereka adalah peserta yang lolos dan sekarang telah berhasil menjadi murid Han Il. Sejauh ini Jimin berhasil masuk ke dalam sekolah Han Il berkat strategi yang mereka susun beberapa hari yang lalu, pihak sekolah telah meningkatkan keamanan sekolah Han Il karena audisi yang telah berakhir dan yang boleh masuk hanya orang-orang yang terdaftar sidik jarinya. Setelah mengetahui hal itu Jimin yang hampir stres karena kasus Park Han Il harus mengatur strategi untuk masuk ke dalam sekolah itu.

“Jimin-ah, jadi kau begadang semalaman untuk memecahkan kasus itu?” Bisik Hoseok. Mereka baru saja keluar dari lubang udara menuju koridor ruangan Park Han Il.

“Iya! Dan kali ini Park Han Il si brengs*k itu pasti mati kutu”

“Uah... Park Jimin kau mengagumkan” Tambah Jungkook

“Jungkook-ah kau sakit? Tak biasanya kau memujiku” Dengan langkah yang hampir tak terdengar perlahan mereka melewati lorong tanpa penerangan itu.

“Hey hey! Awas di sana ada penjaga!” Hoseok bergumam heboh. Ia menunjuk-nunjuk seseorang berbadan kekar yang tengah berjaga di depan pintu ruangan Park Han Il.

Plakk­- sebuah jitakan keras mendarat tepat di dahi Hoseok. Ia meringis sambil mengusap dahinya kasar.

“Apa-apaan kau Park Jimin, aku ini hyungmu!”

“Aish hyung, kau jangan ribut nanti penjaga yang aslinya datang!”

“Hoseok hyung, apa kau lupa? Itukan Lee hyung yang menyamar jadi pengawal Park Han Il"

“Oh iya! Astaga maafkan aku”

Setibanya di mulut pintu, Jimin mengedipkan mata kirinya pada Lee sebagai kode bahwa sejauh ini strategi mereka berjalan dengan lancar. Dengan sangat hati-hati Jimin membuka knop pintu itu sampai tak menimbulkan suara.

Ceklekk- Jimin menahan nafasnya karena ia membuat kesalahan kecil namun suara itu tak berhasil mengundang pengawal asli Park Han Il datang. Dibukanya pintu itu perlahan, Jimin sempat mengernyit karena suana di ruangan itu gelap, ia mengedarkan pandangannya ke setiap sisi ruangan, sedikit mengumpat karena tak ada tanda-tanda Park Han Il di ruangan itu.

“Jungkook-ah nyalakan lampunya” Titah Jimin.

“Oke” Jungkook menyalakan lampu tersebut, namun nihil Park Han Il tak juga menunjukan batang hidungnya. Ruang baca yang merupakan tempat favoritnya pun kosong tak berpenghuni.

“Aishh.. Kemana si bangs*t itu pergi!” Jimin menggaruk kasar tengkuknya, frustasi.

“Apa jangan-jangan Park Han Il tahu tentang kedatangan kita” Gumam Jungkook

“Tidak mungkin seorang Park Han Il akan menghidari kita”

“Ah! Atau ada urusan mendadak!” Seru Hoseok

“Tidak mungkin hyung, kita sudah periksa secara teliti semua jadwal Park Han Il” Sela Jimin

“Tapi bisa saja Jimin-ah”

Tiba-tiba dahi Jimin berkerut, ia mengamati lukisan harimau yang menggantung rapi di dinding. Jimin berjalan mendekat ke lukisan tersebut, lebih dekat hingga jaraknya hanya beberapa cm saja.
Hati-hati kau selanjutnya Park Jimin” Jimin meneguk salivanya kasar ketika membaca baris pertama tulisan tinta di permukaan lukisan tersebut. 

Datanglah ke gedung ‘A’ sekarang”

“The seventh case”

Jimin membaca setiap baris pesan tersebut, sedikit takut karena ada kalimat ancaman di sana. Ternyata Park Han Il menyukai permainan dengan kode-kode seperti ini. Namun ini yang Jimin tunggu-tunggu, sudut bibirnya menyungging puas ketika melihat baris terakhir dari pesan itu, The seventh case.

“Hyung kau sudah tahu kemana tujuan kita kan, cepat hubungi yang lain”

Mereka semua pun saat itu juga pergi ke gedung ‘A’, mereka menaiki bus dimana perjalanan memakan waktu 1 jam. Pandangan Jimin tak lepas dari iPhonenya, ia sedang mencari tahu gedung ‘A’ yang di maksudkan Park Han Il. Tak ada artikel satu pun tentang gedung itu. Hati-hati kau selanjutnya Park Jimin kalimat itu terus melayang di pikiran Jimin. Ia semakin khawatir pasalnya Jimin telah mengetahui permainan kematian yang Park Han Il ciptakan. Hari ini tanggal 7, hari ulang tahun Jimin. Jimin sempat berpikir jika Park Han Il melanjutkan permainannya, ia akan menjadi korban selanjutnya.

“Park Jimin”

“Park Jimin!” Hoseok beberapa kali melambaikan tangannya di depan wajah Jimin. Jimin sedang melamun menghadap keluar jendela.

“Eoh! Kenapa?” Jimin pun terlonjak dan menengok Hoseok.

“Kau sakit? Kau sedikit pucat”

“Tidak, mungkin karena semalan aku begadang”
...
Akhirnya mereka pun tiba di gedung ‘A’. Jimin mengangguk tanda ia mengerti kenapa ia tak menemukan gedung ‘A’ di internet. Ternyata itu adalah gedung yang sangat tua. Gedung itu lumayan tinggi namun tak ada jendela hanya adonan semen yang membangun gedung itu. Lumut-lumut pun tumbuh subur pada dasar gedung itu tanda jarang sekali ada orang datang untuk membersihkannya. Untung hari belum gelap memudahkan Jimin dan teman-temannya melawan rasa takut yang menjadi musuh terbesar mereka.

Satu per satu mereka pun masuk ke gedung itu, mata Jimin tak berhenti mengitari seisi gedung itu, bebatuan, kayu, besi mendominasi tempat tua itu. Tak ada yang berani membuka mulut karena suara mereka akan memantul jika berbicara. Kaki mereka mulai terasa letih, ada sekitar ratusan anak tangga yang telah mereka lewati dan mereka harus kuat kerena tujuan mereka adalah atap.

“Heol! Park Han Il sialan kenapa harus atap!!!” Jimin berteriak frustasi. Kakinya mati rasa, pahanya lemas karena harus menopang tubuh berototnya.

“Ya! Kenapa kau lemah sekali? Bukannya setiap minggu kau pergi nge-gym bareng BigL hyung?” Ucap Hoseok disela-sela desahannya.

“Tapi yang ini beda hyung” rengek Jimin

Setelah menempuh perjalanan yang sangat melelahkan akhirnya mereka ber-10 pun tiba di atap gedung tua itu, Jimin menatap sarkasme punggung yang telah menunggu kehadiran mereka. Jubah hitam, sepatu vantofel kulit, serta topeng yang melekat sempurna di mata kirinya.

“Kenapa lama sekali hm?” Tanya Park Han Il

“Anak detektif hebat bernama yang Park Dae Jong, tapi kenapa butuh waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikan kasus sederhana itu” Tambahnya. Park Han Il berjalan mendekati Jimin dan teman-temannya.

“Jangan menyebut nama ayahku dengan mulut kotormu itu” Jimin geram dan mengepal kuat-kuat tangannya.

“Uuh aku sangat salut akan keberanianmu itu” ucap Park Han Il mengejek. Bibirnya  tak henti-hentinya menyungging.

“Ck Park Jimin kau harus bertanggung jawab atas apa yang ayahmu perbuat” Terpancar kebencian dari mata Park Han Il. Di masa hidupnya ia hanya memiliki satu tujuan yaitu balas dendam. Hatinya selalu disayat kebencian dan amarah ketika mendengar nama Jimin.

“Hati-hati kau bisa jadi yang selanjutnya Park Jimin” Bisik Park Han Il.

Tiba-tiba dua orang pengawal Park Han Il datang dan berdiri di sampingnya. Jimin pun mulai berjaga-jaga, ia mengambil dua langkah mundur dan menatap gerak-gerik pengawal itu.

“Aku sudah mengetahui semuanya dan semua bukti sedah kusimpan di dalam USB ini” Ucap Jimin.
“Uuuhh takutnya” ejek Park Han Il

“Aku tak peduli dengan bukti-buktimu itu Park Jimin! Tujuan ku dari awal hanya untuk menghancurkan keluargamu”  Park Han Il bagaikan monster yang hilang kendali. Suaranya terdengar mengaum layaknya harimau serta matanya seperti tengah memandang rusa kecil yang tersesat.

“Bagaimana rasanya kehilangan orang yang kau sayangi hm?” Teriak Park Han Il. Jimin hanya bisa menahan amarahnya. Ia berulang kali membuang nafas agar emosinya sedikit terkontrol.

“Apa kau ingat perbuatan ayahmu 5 tahun yang lalu!!??”

“Tidak, pasti kau tak mengingatnya!!”

“Saat itu kau masih remaja yang sering bermain di warung internet”

“Iyakan Park Jimin!!? Aku masih mengingatnya dengan jelas”

Park Han Il rupanya sudah tak waras, kesan wibawanya hancur seketika. Kalimat-kalimat tak masuk akal ia lontarkan. Hoseok yang mendengarnya pun menggenggam pergelangan Jimin, menyuruhnya untuk mundur, namun Jimin menolaknya. Jimin menundukan kepalanya, dadanya naik turun serta tangan tak henti-hentinya kaku mengepal.

FLASHBACK ON

Musim dingin 2012

“Tidak! Bukan kakakku pelakunya tuan! Aku melihat dengan jelas pria berambut putih yang membunuh wanita itu!”

Remaja berusia 21 tahun itu terus memohon kepada detektif yang datang ke rumahnya. Ia tinggal bersama kakaknya yang saat ini sedang sekolah polisi. Hari itu sedang turun hujan, ia dan kakaknya berencana untuk memasak ramen, ia merengek meminta kakaknya membuatkan ramen karena ramen buatan kakaknya adalah ramen terbaik di seluruh korea. Ramen itu berhasil dibuat dan benar saja, penampilan ramen itu terlihat seperti yang ada di restoran-restoran, ada irisan telur rebus, bawang merah, seledri tak lupa kimchi segar sebagai pelengkap. Namun seseorang mengetuk pintu, kakaknya berdiri dan membuka pintu tersebut. Betapa kagetnya ia ketika sepasang borgol dipasangkan ke kedua pergelangan tangan kakaknya.

“Park Hansle, kau ditahan atas kasus pembunuhan terhadap CEO Daehan group

“Tidak tuan! Kakakku tidak bersalah”

Polisi itu menarik tangan Park Hansle namun adiknya menahan tangan besar itu.

“Ya! Jeon Dong hyun Kau tahan adiknya” Ucap detektif berkumis tipis pada rekannya. Terdapat papan nama bertuliskan Park Dae Jong di dadanya.

“Ba- baiklah” balas rekannya yang merupakan junior Park Dae Jong. Ia sedikit gugup karena ini adalah kasus pembunuhan pertamanya.

“Tidakkk!!! Kalian tidak boleh membawa kakakku, aku tidak bisa hidup tanpanya! Tolong!” Adiknya berteriak histeris, matanya memelas memohon, ia berlutut menahan kaki detektif Jeon Dong hyun agar tak pergi dari tempat itu sebelum melepaskan kakaknya. Setelah permohonan yang tiap detik ia utarakan, ia pun menatap kedua polisi itu berharap ada belas kasihan yang menyentuh hati mereka namun nihil polisi itu hanya menghembuskan nafas ringan melihat aksi sia-sia adiknya.

“Han Il-ah... kakak akan segera kembali, makanlah duluan!” Suara tenang Park Hansle membuat Han Il berhenti menangis.

“Tidak kak! Tapi kakak kenapa diam saja?! Bukan kakak yang membunuh  wanita itu! Jelaskan pada mereka!” Seru Han Il yang masih setia berlutut.

“Kakak akan segera kembali, jaga rumah baik-baik”

Kalimat terakhir yang diucapkan kakak Han Il, dengan berat hati Han Il pun merelakan kepergian kakaknya, menyaksikan adegan miris pada hari ulang tahunnya, punggung kakaknya yang semakin menghilang dalam guyuran hujan membuat air matanya kembali mengalir, dadanya sesak menginginkan kakaknya kembali, rasa lapar yang tadinya ia rasakan kini hilang begitu saja.

Sejak saat itu, Han Il tak berani mengubah posisi mangkuk ramen di atas meja, perasaan senang menggeluyuti hatinya ketika melihat ramen itu. Ia percaya pada kata-kata kakaknya yaitu kakaknya akan kembali, berhari-hari pun berlalu kakaknya belum juga pulang sampai berita buruk pun berhasil Han Il terima.

Han Il-ah kakakmu divonis hukuman mati

Dunia pun seakan berhenti berputar, secercah harapan yang Han Il pegang sirnah bergitu saja. Berbulan-bulan ia bersembunyi di rumah sempitnya, harapan untuk hidup tak ada lagi, ia putus asa sampai ia pun sadar tujuannya untuk hidup adalah membalaskan dendam demi kakaknya.

FLASHBACK OFF

“Ayahmu adalah penjahat Park Jimin! Dia telah membunuh kakakku yang tak bersalah” Seru Park Han Il. Ia menunjuk Jimin tepat di depan wajah.

“Kau harus bertanggung jawab Park Jimin!” Teriak Park Han Il

Jimin terus menunduk, ia tahu bahwa ia bersalah, ingatan 5 tahun yang lalu masih tergambar dengan jelas dalam pikirannya seakan kejadian itu baru terjadi kemarin. Musim gugur 5 tahun yang lalu saat ayah Jimin dipecat karena kecerobohannya dalam bekerja masih Jimin ingat, keluarganya harus kembali memulai dari awal dan berakhir dengan membuka restoran ramen.

Jimin menutup kuat-kuat kelopak matanya, bahunya bergetar mengingat betapa susah payah ayahnya mendirikan restoran ramen tersebut hingga terkenal di daerahnya. Tangisan kecil lolos dari bibirnya ketika masa-masa sulit keluarganya kembali memenuhi benaknya, memori-memori kelam berbondong-bondong mengisi pikiran Jimin.

Ayah pulang~”

“Uah Daebak! Kenapa ayah bawa daging sebanyak ini? Gaji ayahkan masih lama”

“Karena pekerjaan ayah bagus mereka memberikan ayah bonus hahaha”

Jimin-ah ini  ayah membelikanmu beberapa buku detektif, simpan baik-baik yah”

“Uah!! Ayah memang yang terbaik! Aku pasti akan menjadi detektif handal seperti ayah! Tunggu saja!”

“Awas kalau tidak! Hahaha”

Sejak percakapan itu ayah Jimin tak pernah lagi pergi ke kantor polisi untuk bekerja melainkan ia mulai membangun restoran ramen kecil-kecilan di depan rumah. Ketika ditanya soal pekerjaan selalu ayahnya menjawab mengundurkan diri karena ingin beristirahat.

Beberapa hari yang lalu tak ada kabar dari Jimin, iPhonenya terus bergetar namun sengaja tak Jimin angkat, entah sudah berapa ratus pesan yang masuk di grup kakaotalknya menanyai kabar Jimin juga enggan untuk Jimin balas. Jimin telah mengetahui semuanya, tentang kode-kode yang Park Han Il berikan yang kemudian ia hubungkan dengan orang-orang di sekitar Park Han Il. Ia sempat putus asa untuk melanjutkan kasus tersebut karena ia juga merasa sangat bersalah. Jimin yang waktu itu masih lugu, masih mengutamakan kesenangan tak pernah memikirkan kenapa ayahnya tiba-tiba berhenti dari pekerjaan yang bisa dibilang impian semua pria itu.

“Aku tahu itu Park Han Il!! Ayahku memang ceroboh menunjuk kakakmu sebagai pelaku tapi kau tidak bisa membunuh mereka seenaknya! Apalagi ibuku!!” Jimin berteriak lantang, cairan bening di pelupuk matanya hampir jatuh.

“Hahaha! Bukankah itu adil! Kau tidak memiliki siapa-siapa begitu juga denganku!” Park Han Il tertawa puas menikmati keberhasilannya, matanya kini membesar menatap kosong ke arah Jimin.

Alis Jimin bertautan, ia tak mengerti jalan pikiran Park Han Il. Hati Park Han Il telah dikuasai kebencian dimana kepuasan baginya berarti menjatuhkan orang yang ia benci, seperti yang ia lakukan saat ini.

“Tapi kenapa kau juga membunuh ibu Jungkook dan kakak Suga!!? Mereka tidak ada sangkut pautnya dalam masalah ini!”

“Wah wah kau salah Park Jimin, rekan ayahmu yang juga menangani kasus yang sama dengan ayahmu! Apa kau lupa! Dia ayahnya Jungkook! Sebelum divonis kakakku membunuhnya hmm, keputusan yang tepat” Kepuasan Park Han Il membuat ia tak henti-hentinya tertawa.

“Soal kematian kakak Suga, bukankah itu membuat kasus kalian lebih menarik? Semua orang dengan tanggal ulang tahun terdapat angka 7 akan meninggal bahkan aku dengan baik hati meninggalkan kode-kode di sana” Park Han Il telihat sangat santai mengucapkan hal tersebut.

Suga mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia berusaha sabar mendengarkan kata demi kata yang Han Il lontarkan. Kakaknya kecelakaan motor dalam perjalanan ke rumah sementara Suga saat itu sedang menunggu kedatangan kakaknya, rumah penuh dengan perabotan ulang tahun, tulisan happy birthday berada di mana-mana, kuenya pun Suga jaga baik-baik agar tidak lecet. Tanpa disangka bukan kakaknya yang tiba di rumah melainkan teman kakaknya yang datang membawa kabar buruk.

“Oh iya! Apa kau tak penasaran dengan angka 7 itu? Hhh padahal kode yang ku berikan sudah sangat banyak, apa mungkin kurang?-”

“Kasus ke tujuh! Itu adalah kasus ke tujuh ayah ku!” Teriak Jimin.

 “Benar sekali! Angka yang cantik, namun dibalik itu ayahmu telah membunuh seseorang yang tak bersalah, menuduhnya tanpa bukti yang berakhir dengan kematian!”

 “Kau sudah tak waras Park Han Il!” Seru Jimin

Dari awal saat Jimin, Hoseok serta Jungkook masuk ke sekolah Han Il dan lolos tes bahkan ditempatkan pada kelompok yang sama, semua itu adalah rencana Park Han Il yang ingin membuat Jimin sadar akan perbuatan ayahnya, namun Jimin tak merasakan adanya keganjalan karena tujuannya masuk ke sekolah itu adalah untuk menjadi detektif terkenal seperti pesan ayahnya sampai kematian mengganjal ibu Jungkook, orang tuanya bahkan kakak Suga yang tak ada sangkut paut dengan Park Han Il membuat Park Jimin membongkar kembali kasus ayahnya yang bertahun-tahun ayahnya tutupi.

“Menyerahlah Park Han Il sebentar lagi polisi akan datang” Hoseok yang dari tadi sibuk mematung kini membantu Jimin menyerang Park Han Il.

“Ck, kalian kira aku akan menyerah begitu saja!! Sudah sampai sejauh ini tak akan ku sia-siakan kesempatan emas ini”

Park Han Il tersenyum lebar, alisnya terangkat pertanda klimaks dari aksinya akan segera dimulai, Diambilnya sebuah senjata dari saku salah satu pengawalnya, dengan cepat ia arahkan senjata itu pada Jimin, dadanya naik turun tak sabar untuk menarik pelatuk senjata itu.

“Park Jimin bukankah ku bilang untuk berhati-hati karena kau akan jadi korban selanjutnya!” Park Han Il semakin mendekatkan jaraknya dengan Jimin. Berjalan dengan langkah pendek dengan mata yang mengunci setiap gerak gerik Jimin.

“Bukankah ulang tahunmu tanggal 7 Hm, sangat tepat untuk dijadikan kode, mungkin kasusnya akan lebih cepat selesai jika kematianmu aku jadikan kode dan ayahmu yang memecahkan kasusnya” Mata Park Han Il sengaja disipitkan, ia mengeker kepala Jimin agar tepat sasaran.

“Selamat ulang tahun Park Jimin” Ucap Park Han Il

Jarak Park Han Il dengan Jimin sudah hampir beberapa jengkal, dua langkah lagi Park Han Il akan tepat berada di depan Jimin. Jimin tak berani bergerak, satu gerakan kecil mungkin akan membawanya pada kematian.

Kedua pengawal Park Han Il pun turut mengikuti langkah kaki Park Han Il, kedua pengawalnya terlihat tak nyaman, sesekali tanpa pengetahuan Park Han Il mereka melakukan percakapan kecil dengan Jungkook ataupun Suga, sempat saat Park Han Il hilang kendali, Hoseok memberi anggukan pada salah satu pengawalnya namun mereka selalu melewati waktu yang tepat.

“Sekarang!!” Teriak Hoseok

Bughh- Secepat kilat Jimin langsung menendang senjata yang berada di tangan kanan Park Han Il, senjata itu terlempar hingga jatuh dari atas gedung. Tak sampai hitungan detik kedua pengawal itu memutar pergelangan tangan Park Han Il dan menguncinya di belakang badannya.

“Apa-apaan kalian!!” Park Han Il berusaha melepaskan diri.

“Kami sudah mengamankan pengawalmu yang asli, dan mereka adalah teman-temanku" Jimin mengedipkan kata kirinya pada Joontae dan Namjoon yang telah melaksanakan tugas mereka dengan baik.

“Menyerahlah Park Han Il, kami sudah menelpon polisi dan mereka sedang dalam perjalanan kemari” Ucap Suga.

“Tidak!! Aku sudah menunggu hari ini datang selama bertahun-tahun, tak akan ku biarkan kalian tenang, kalian juga harus merasakan penderitaanku!” Pekik Park Han Il, ia masih berusaha melepaskan diri, ia terus mengguncang kasar badannya, berlompat kecil agar cengkraman Joontae dan Namjoon lepas, segala cara pun telah ia lakukan untuk melepaskan dirinya.

Tangan Namjoon yang mulai kelelahan sedikit melonggar, Park Han Il tak menyia-nyiakan kesempatan, ia langsung melepaskan cengkraman tangan Namjoon dan mendorong Joontae. Hal itu mudah dilakukan Park Han Il karena badannya yang besar serta berotot. Park Han Il menjauh hingga kakinya menyentuh ujung bangunan itu.

“Permainan kematianku harus tetap berlanjut agar ada yang mengingat The seventh case, agar ada yang mengingat kematian kakakku yang sia-sia, Park Jimin kau seharusnya meninggal karena 7 merupakan tanggal ulang tahunmu!” Ucap Park Han Il, nada bicaranya sangat berbeda dengan yang tadi, kini lebih tenang dan pelan.

“Kematian tak seharusnya dipermainkan Park Han Il! Sadarlah!” Seru Jimin

“Ck, jangan sok jadi pahlawan!”

“Kau tau waktu kakakku dibawa oleh ayahmu, saat itu aku berulang tahun” Park Han Il tersenyum ringan, matanya pasrah menatap Jimin.

“Dan tebak, hari itu tanggal berapa?”

“Tanggal 7” Lirih Park Han Il. Ia menaiki satu anak tangga hingga tak ada lagi pembatas. Pikirannya telah dirasuki oleh kebencian yang tak terbalaskan membuatnya menghalalkan segala cara untuk memuaskan dirinya. Jimin yang melihat tindakan Park Han Il langsung dengan cepat berlari ke arah Park Han Il.

“Aku akan membuat kalian mengingat kasus ini seumur hidup kalian!”

“Selamat tinggal”

Selamat tinggal, kalimat terakhir yang lolos dari mulut Park Han Il, ia menjatuhkan dirinya dari atas gedung, melawan segala rasa takut yang tak ada nilainya dibandingkan kegelisahan yang ia alami setelah kakaknya meninggal.

“Park Han Il bo- bodoh!” Ucap Jimin dengan susah payah, tangannya berhasil menggenggam tangan Park Han Il, genggamannya sangat kuat sampai urat-uratnya terlihat di kulit tangannya, wajahnya memerah, rahangnya mengeras. Berat badan Park Han Il yang melebihi Jimin membuat setengah badan Jimin keluar dari pembatas itu.

“Lepaskan aku Park Jimin!” Tubuh Park Han Il menggantung bebas di ujung bangunan itu. Badannya sesekali terbawa angin membuat Jimin mengeluarkan tenaganya lebih.

“Tidak akan!” Tegas Jimin yang semakin mengeratkan genggamannya.

Hoseok, Jungkook dan rekan-rekannya yang lain pun berlarian menuju ujung bangunan itu. Sebagian menahan tubuh Jimin yang hampir jatuh yang lain mengangkat badan Park Han Il.

Tak berapa lama sirine polisi terdengar dari bawah gedung, tiga mobil polisi akhirnya datang. Park Han Il menjadi pendiam, kepalanya ia tundukan dan kebanyakan membuang nafas. Mungkin ia sadar semuanya telah berakhir.

Dua orang polisi memborgol tangan Park Han Il yang tengah terduduk lemas, dengan pandangan kosong ia menatap tangannya yang telah dikelilingi besi perak.

“Park Han Il, anda ditahan atas kasus pembunuhan berencana” Ucap seorang polisi.

Secara paksa kedua polisi itu mendorong tubuh Park Han Il untuk berjalan, ia telah pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tentang The seventh case Park Han Il sedikit lega, setidaknya Jimin pernah berada di posisinya, merasakan pahitnya kehilangan orang yang kita sayangi.

“Park Han Il!” Seru Jimin

“Untuk apa yang ayahku lakukan, aku sungguh-sunggu minta maaf” Jimin menekuk kedua lututnya dan berlutut di depan Park Han Il kepalanya pun ditundukan. Melakukan segala cara agar mendapat kata maaf dari Park Han Il yang tentu saja tak ada artinya bila dibandingkan perasaan yang ia rasakan. Park Han Il yang melihat Jimin hanya menyunggingkan senyuman kecil tanpa ada kata balasan.

“Ku bilang aku minta maaf Han Il hy- hyung!” 

Deg- Jantung Park Han Il seketika berdetak kencang, perasaan hangat mulai mengalir ke seluruh tubuhnya, perlahan sunggingan kecil itu pun menghilang. Perasaan yang sangat membingungkan, perasaan asing namun sangat familiar baginya. Matanya tak berhenti berkedip berusaha menenangkan dirinya.

“Maafkan aku Han Il hyung” Ucap Jimin, kali ini lebih jelas bahkan ia menegaskan kata hyung.

“Ba- baiklah, aku memaafkanmu” Balas Park Han Il, detik selanjutnya ia kembali berjalan meninggalkan tempat itu.

“Tunggu!” Pekik Jimin. Langkah Park Han Il pun kembali terhenti.

“Ada satu hal lagi, tolong minta maaf kepada Jungkook”

Jungkook yang sejak tadi diam, kini menolehkan kepalanya pada  Jimin. Perkataan Park Han Il tadi membuat Jungkook larut akan kesedihan yang Park Han Il alami, kebencian akan Park Han Il pun hilang hingga permintaan maaf dari Park Han Il tak ia pikirkan lagi.

“Jimin-ah” Jungkook menggelengkan kepalanya, mengatakan bahwa semuanya sudah cukup untuk Park Han Il.

“Jeon Jungkook, aku minta maaf atas meninggalnya ibumu, saat itu aku diluar kendali, emosi menguasai diriku dan-“ Tutur Park Han Il.

“Aku mengerti, aku memaafkanmu” Ucap Jungkook memotong ucapan Park Han Il.

“Jungkook-ah wajahmu benar-benar mirip dengan ayahmu” Tambah Park Han Il.

Jungkook pun tersenyum bahagia ketika mendengar permintaan maaf dari Park Han Il, usaha mereka selama berminggu-minggu membuahkan hasil susah, senang, kecewa, sedih semuanya telah mereka alami bersama, 10 remaja yang ingin menjadi detektif terperangkap dalam kasus rumit berisi kode-kode yang mengorbankan keluarga mereka, berawal dari tujuan yang sama hingga berakhir menjadi satu penghargaan yang layak mereka rasakan.

“Jungkook-ah tinggallah di rumahku”

“Memangnya kenapa?”

“Tidak, hanya saja aku merasa kasihan padamu yang selalu membayar uang sewa setiap bulan”

“Aish Park Jimin, bilang saja kau takut tinggal sendiri.. iyakan-iyakan! Hahaha”

“Hoseok hyung diam kau, mentang-mentang sudah baikan dengan ayahmu”

“Baiklah kalau begitu, aku akan tinggal denganmu”

“Benarkah! Ah Jungkook aku menyayangimu!”

“Park Jimin apa-apaan kau... menjauh sana”

“Untuk seluruh anggota kelompok, aku akan membuka restoran ramenku lagi jangan lupa jatang yah!

“Tidak mau!”

“Taehyung awas kau!”

EPILOGUE

SEBELUM MENUJU KE GEDUNG ‘A’

Jimin dan teman-temannya tiba di kantor polisi Apgujong, Jimin memeluk rapat-rapat USB yang berisikan bukti bahwa Park Han Il yang membunuh ibu Jungkook. Ia langsung memberikan USB itu kepada seorang polisi yang bertugas.

Clek- USB itu berhasil terbaca, menampilkan foto-foto serta satu video. Polisi itu membuka foto-foto yang adalah cakaran pada topeng emas, angka 7 dan tulisan Han Il, dan yang terakhir polisi itu memutar sebuah video. Sebuah rekaman CCTV yang merekam jelas rumah Jungkook Mereka mendapatkan rekaman itu dari mobil yang berminggu-minggu terparkir.

Dalam rekaman itu terlihat keadaan rumah Jungkook yang sepi, tak ada yang spesial hanya ada beberapa tetangga yang berlalu lalang. Sekitar 20 menit pun berlalu, polisi itu hampir menganggap Jimin dan teman-temannya hanya main-main namun Jimin kembali meyakinkan polisi itu bahwa seseorang berhasil terekam kamera CCTV.

“Oh, Jungkook keluar rumah” Gumam polisi itu dibalas anggukan Jimin.

“Saat itu Jungkook pertama kali keluar dari rumahnya sejak ibunya di bunuh dan jasad ibunya masih ada di dalam artinya, ibunya dibunuh kemarin malam” Jelas Jimin ketika video itu menampilkan Jungkook yang sedang berjalan keluar dari rumahnya.

25 menit kemudian

“Jungkook keluar rumah! Tu- tunggu. Lagi? bukankah Jungkook tadi sudah keluar??” Polisi itu mengernyitkan dahinya, ia kembali memundurkan video itu dan benar saja video itu menampilkan Jungkook yang menggunakan seragam sekolah keluar dari rumahnya. Polisi itu kemudian memajukan video tersebut. Seseorang dengan seragam pun kembali keluar dari rumah itu, Jimin langsung mengklik tombol pause

“Ada apa ini kenapa Jungkook ada dua?” bingung polisi itu.

“Coba bapak perbesar gambar itu” Pinta Jimin

“Okey” Polisi itu pun mematuhi perintah Jimin.

“Ta- tapi kenapa Jungkook yang ini memakai-”

“To- topeng?”

THE END

Label: , ,


Posting Komentar


PASTFUTURE
Hey!!!
[Hi guys,now you are in kpop area. I'm just an ordinary kpop fan who addicted to kpop XD I hope you enjoy being here and dont forget to leave your footprint at my cbox]

Walkie Talkie



My Status
Online 24/7 but I'm not a robot =D
My Story

D' Credits
Basecode : Inspirit's Baby
Template : Alia Eyra